19 September 2009

Peran Mulia Dalam Menjaga Otentisitas Al Qur'an

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz Dzikra (Al Qur’an) dan
Kami pula yang menjaganya.” QS. Al Hijr: 9


Menjadi seorang hafidz adalah sebuah harapan, impian dan cita-cita mulia, setiap muslim seharusnya mendambakannya. Seorang hafidz, juga disebut oleh Rasulullah sebagai keluarga Allah dan orang yang diberi keistimewaan tersendiri. (Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165). Oleh karena itu, sejarah telah menggambarkan, betapa antusiasnya para sahabat dalam menghafal Al Qur’an, berbagai cara dilakukan, agar kemuliaan Al Qur’an dapat tertambat ke dalam kalbu, mulai dari mengulang ayat demi ayat, melantunkan siang-malam, dan membacanya dalam setiap rakaat shalat.
Sampai saat ini, semua aspek yang bersumber dari Al Qur’an senantiasa di kaji dan dikembangkan, baik dari segi teks, bacaan, tulisan, i’jaz maupun kandungannya yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Ini adalah salah satu bentuk apresiasi bahwa Al Qur’an dari generasi ke generasi selalu dihafal dan terjaga dalam dada para huffazh Al Qur’an. Subhaanallah..
Lima belas (15) abad yang lalu Al Qur’an diturunkan, sungguh luar biasa, dari waktu ke waktu jumlah huffadz (penghafal) Al Qur’an semakin meningkat seiring dengan bertambahnya Ma’had Tahfidz Al Qur’an. Alhamdulillah.. Ternyata, Al Qur’an yang berbahasa Arab dengan ketebalan 600 halaman, 114 surah dan setebal 30 juz itu, telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafalkan (Q.S Al Qamar: 17), bukan hanya oleh bangsa Arab, tetapi juga seluruh ummat manusia.

Sejarah dan Perkembanagn Tahfizh Al Qur’an
1. Tahfidz Al Qur’an di Masa Rasulullah
Rasulullah menerima wahyu (Al Qur’an) dari Malaikat Jibril dengan cara hafalan, bukan dengan tulisan, karena beliau adalah seorang ummi (Q.S Al Ankabut: 48) . Dengan cara seperti itu pula, beliau mengajarkan kepada para sahabat. Setiap kali ayat Al Qur’an turun, para sahabat yang kebanyakan juga tidak bisa baca-tulis dengan penuh semangat menghafal ayat-ayat yang mereka terima dari Nabi, di samping ada beberapa sahabat yang diminta untuk menuliskannya. Seperti Zaid bin Tsabit, dkk.
Pada masa Nabi berada di Makkah, mereka berkumpul di rumah Al Arqam ibn Abil Arqam, yang oleh Abul Mu’athy disebut sebagai Halaqah Ar Ridhwan, atau di rumah-rumah para sahabat secara rahasia. Setelah Nabi berhijrah ke Madinah, halaqah tahfidz Al Qur’an tersebut terus berlanjut dan kini disebut Halaqah Ath Thaybah. Masjid Nabi selalu begemuruh oleh suara para sahabat yang membaca dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Selain itu, mereka juga mengajarkan Al Qur’an kepada isteri dan keluarganya di rumah serta mengulang-ulang bacaan Al Qur’an yang mereka peroleh siang dan malam.
Dari halaqah, yang disebut oleh Dr. Shubhi Ash Shalih sebagai Madrasah Nabawiyah itu, lahir para sahabat yang dikenal sebagai huffazh Al Qur’an, antara lain: Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Al Khatthab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Salim ibn Ma’qal, Mu’adz ibn Jabal, Ubayy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Abu Zaid ibn Sakan, Abu Darda, Thalhah, Abu Hurairah, Abdullah ibn Saib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Ubadah ibn Shamit, Fadhalah ibn Ubaidillah, Maslamah ibn Makhlad, ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah dan lainnya.
Setelah Nabi wafat, di antara mereka, ada tujuh sahabat yang membuka halaqah di Madinah dan menjadi isnad bacaan Al Qur’an, yaitu: Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ubayy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Mas’ud, Abu Darda’ dan Abu Musa Al Anshary. Kepada mereka itulah para sahabat yang lain dan para tabi’in belajar membaca dan menghafal Al Qur’an, seperti Sa’id ibn Al Musayyab, ‘Urwah, Umar ibn Abdil Aziz, Atha’ ibn Yasar, Abdurrahman ibn Hurmuz dan Muhammad ibn Syihab Az Zuhry. Sementara di kota-kota lain ada pula sahabat yang mengajar Al Qur’an, seperti Mu’adz ibn Jabal di Mekkah, Abdullah ibn Mas’ud di Kufah (diutus oleh Khalifah Umar ibn Khatthab pada tahun 17 H), Abu Musa Al Asy’ari, Ali ibn Abi Thalib dan Anas ibn Malik di Basrah. Sedang di negeri Syam ada Ubadah ibn Shamit di Palestina dan Abu Darda’ di Damaskus, dan di Mesir ada Ubaid ibn Makhmar Al Mu’afiry, ‘Amr ibn Al ‘Ash, Abu Dzar Al Ghifary serta ‘Uqbah ibn ‘Amir.
Begitulah seterusnya, Al Qur’an dipelajari bacaannya dan dihafal secara mutawatir, disamping adanya penulisan oleh para kuttab al wahy (para penulis wahyu), yang kemudian pada masa Khalifah Abu Bakr dilakukan tadwin (kodifikasi) mushaf serta ditulis kembali pada masa Khalifah Utsman ibn ‘Affan dengan satu bentuk tulisan yang disebut rasam ‘Utsmany.
Namun sesuai dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa Al Qur’an diturunkan atas tujuh huruf, maka dari segi bacaan pada masa itu sangat beragam, sehingga Ibn Mujahid (w. 324 H) dalam kitabnya As Sab’ah fil Qiraat merumuskan tujuh bacaan (Al Qira’ah As Sab’ah) dengan menisbatkan setiap qiraat kepada salah seorang imam dari tujuh imam yang terkenal saat itu, yaitu:
1. Nafi (w. 169 H) di Madinah, dengan rawinya Qalun dan Warsy
2. Ibn Katsir (w. 120 H) di Makkah, dengan rawinya Qunbul dan Bazzy
3. Abu ‘Amr (w. 154 H) di Kufah, dengan rawinya Duri dan Susi
4. Ibn ‘Amir (w. 118 H) di Damaskus, dengan rawinya Hisyam dan Ibn Dzakwan
5. ‘Ashim (w. 128 H) di Kufah, dengan rawinya Hafsh dan Syu’bah
6. Hamzah (w. 80 H) di Halwan, dengan rawinya Khalaf dan Khallad
7. Al Kisa’i (w. 189 H), dengan rawinya Duri dan Abul Harits

Begitulah perkembangan bacaan Al Qur’an. Penetapan mutawatirnya suatu bacaan, menurut Imam Syathibi, didasarkan atas tiga kualifikasi: Sesuai dengan bahasa Arab, Sesuai dengan rasam Utsmani, dan Sanadnya shahih. Adapun sistem pengajaran bacaan dan hafalan Al Qur’an pada zaman Nabi hingga zaman klasik ada tiga macam, yaitu: Usriyah (keluarga), Masjidiyah (masjid), Kuttabbiyah (ma’had, pengajian anak-anak).
Yang efektif dan berkembang sampai saat ini di negara-negara Arab adalah yang terakhir, yakni sistem kuttab. Dalam sistem ini, anak-anak sejak usia dini belajar kepada seorang mudarris (ustadz) setiap pagi dan sore membawa buku yang ditulis ayat-ayat yang harus dihafal di rumah. Setelah hafal tulisan tersebut dihapus dan hafalannya diajukan (tasmi’ atau tashih) kepada mudarris. Selanjutnya akan ditulis lagi ayat-ayat berikutnya untuk dihafal di rumah dan begitu seterusnya.
Dari sistem seperti ini, telah membuat anak-anak di negara-negara Arab berhasil menjadi huffazh pada usia dini, sekitar umur 6-10 tahun, di samping mereka akan terus melanjutkan pendidikannya melalui jalur formal maupun informal. Dengan bekal hafalan Al Qur’an yang telah dikuasai di waktu anak-anak maka mereka akan mampu mendalami bidang-bidang tertentu yang mengacu kepada Al Qur’an pula. Dari sistem inilah lahir ulama dan ilmuwan besar di masa lalu dan sekarang, mulai dari Imam Asy Syafi’i, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al Jauzi, Fakhruddin Ar Razi, Mahmoud Syaltout, Muhammad Abduh sampai Wahbah Az Zuhayli, dll, atau sebut saja Muhammad Husain Thaba’thaba’i, seorang bocah asar Iran yang mendapat Doktor H.C. di usiannya yang ke tujuh. Subhanallah..

2. Sejarah Tahfidz Al Qur’an di Indonesia
Di Indonesia, tradisi menghafal Al Qur’an dimulai dan dibawa oleh ulama (kiyai) yang telah berhasil menghafal Al Qur’an di Makkah Al Mukarramah sekitar abad ke-18 Masehi, antara lain seperti Syaikh Mahfuzh At Tirmisi, KH. Munawir, Krapyak, KH. Hasyim Asy’ari, Jombang, KH. Arwani, Kudus, dll. Artinya, tradisi menghafal Al Qur’an di Indonesia, selain sebagai tuntutan keagamaan, secara kultural merupakan budaya turunan yang diambil dari Timur Tengah (Al Haramain). Dibanding dengan tradisi tahfizh Al Qur’an di negara-negara Timur Tengah, tradisi menghafal Al Qur’an di Indonesia mempunyai beberapa perbedaan, antara lain:
1. Dipandang sebagai ilmu khusus yang berdiri sendiri dan tidak diorientasikan sebagai dasar ilmu yang harus dilengkapi oleh ilmu-ilmu bantu yang lain.
2. Dilaksanakan di pesantren dan khusus untuk menghafal Al Qur’an. Santri secara full-time berada di pesantren dan khusus menghafal Al Qur’an.
3. Usia santri yang menghafal Al Qur’an sudah menginjak usia remaja, antara 12 – 18 tahun.
4. Saat menghafal Al Qur’an tidak dibarengi dengan belajar ilmu lain baik secara formal maupun informal.
5. Setelah khatam menghafal Al Qur’an jarang yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan beberapa ciri tersebut, para huffzh Al Qur’an di Indonesia (terutama di Jawa) biasanya disiapkan untuk upacara sema’an, menjadi kiyai dan ustadz di pesantren tahfizh Al Qur’an atau menjadi peserta, pelatih atau hakim Musabaqah Hifzhil Qur’an baik di tingkat kabupaten, propinsi, nasional maupun internasional. Jarang kita dengar para huffazh Al Qur’an di Indonesia menjadi ulama besar, sebagai pimpinan Majelis Ulama atau Presiden.
Oleh karena itu, sudah saatnya, setiap muslim kembali menyemai benih-benih tahfidz Al Qur’an, kalau sebagai orang tua, kita sudah merasa tidak sanggup lagi untuk menghafal seluruh kandungan Al Qur’an, bukan berarti tidak menghafal sama sekali, karena Rasulullah mengingatkan, “Bahwa orang yang tidak memiliki hafalan Al Qur’an sama sekali, ia bagaikan bangunan yang rapuh.” (HR. At Turmudzi dari Ibnu Abbas (2914), beliau menilai hadits ini, hasan sahih). Sebaiknya kita tetap menghafal surat atau ayat-ayat pendek.
Agar benih-benih tahfidz senantiasa bersemi, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk merencanakan, memotifasi anak-anaknya agar mereka memiliki keinginan untuk menghafal Al Qur’an. Karena sebagaimana pepatah mengatakan; “Belajar di waktu kecil, ibarat mengukir di atas batu. Belajar di saat tua, bagaikan mengukir di atas air.” Bahkan, saat ini cukup banyak pesantren Al Qur’an yang menyediakan sekolah formal atau jenjang yang lebih tinggi.


Menghafal Al Qur’an Tidak Harus Menetap di Pesantren!
Di Indonesia, masih berkembang sebuah paradigma; kalau ingin menjadi seorang hafidz, harus menetap di pesantren, tidak boleh melakukan aktifitas apapun selain menghafal dan menghafal, di samping itu, waktu yang di habiskan cukup banyak, 5 sampai 15 tahun. Sebenarnya tidaklah demikian, kalau kita melihat bagaimana para sahabat menghafal Al Qur’an, tidak satupun diantara mereka yang menetap di Masjid/ halaqah Rasulullah, bahkan mereka juga bekerja mencari nafkah, mengikuti beberapa peperangan, dan mempelajari serta menghafal hadits.
Apa yang membuat mereka sangat antusias dalam menghafal Qur’an? Salah satunya adalah adanya rasa cinta yang menghunjam kalbu untuk lebih dekat lagi dengan Allah subhanahu wata’ala, hal itu di buktikan dengan keistiqamahan mereka dalam membaca KalamNya.
Oleh itu, agar kita menjadi seorang hafidz, mulai saat ini, tumbuhkan kecintaan terhadap Al Qur’an, perbanyak tilawah, hafalkan surat dan ayat-ayat pendek, ikutilah halaqah yang menyediakan program tahfidz Al Quran, carilah ustadz, teman yang dapat memotivasi untuk tetap istiqamah, ikrarkan dalam hati, kalimat “Aku bisa menjadi hafidz.”

Fungsi dan Fadhilah Tahfizh Al Qur’an
Pada zaman Nabi, materi utama ilmu yang dipelajari oleh para sahabat adalah Al Qur’an, baru kemudian hadits. Tolok ukur keilmuan seorang sahabat pada masa itu adalah sejauh mana seseorang menguasai Al Qur’an, baik dari segi hafalan maupun pemahaman kandungannya. Seseorang yang menguasai Al Qur’an disebut Qurra’ dan memperoleh kehormatan yang lebih tinggi di banding yang lain.
Kedudukan qurra’ yang demikian pada masa berikutnya biasa disebut sebagai fuqaha atau ulama. Ketika Nabi hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, maka beliau akan memilih sahabat yang paling banyak hafalan Al Qur’annya. Begitu juga untuk memimpin shalat jama’ah. Ketika seorang sahabat hendak menikahi seorang wanita, Nabi menikahkannya dengan mahar hafalan Al Qur’an.
Bahkan ketika hendak mengubur syuhada’ Uhud, Nabi memerintahkan untuk mendahulukan sahabat yang paling banyak hafalannya.
Melalui beberapa hadits, Rasaulullah menyatakan keutamaan huffatdz, diantaranya:
1. Mereka Adalah Keluarga Allah
“Dari Anas, Ia berkata bahawa Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia.” Kemudian Anas bertanya: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?. Rasulullah menjawab: “Mereka adalah ahli Qur’an (orang yang membaca atau menghafal Al Quran dan mengamalkan isinya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165)

2. Mereka Tempatkan di Surga yang Paling Tinggi
“Daripada Abdullah Bin Amr Bin Al ‘Ash ra dari Nabi beliau bersabda; Diakhirat nanti para ahli Al Quran di perintahkan, “Bacalah dan naiklah ke surga. Dan bacalah Al Quran dengan tartil seperti engkau membacanya dengan tartil pada waktu di dunia. Tempat tinggalmu di surga berdasarkan ayat yang paling akhir yang engkau baca.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

3. Hati Penghafal Al Quran Tidak Di Siksa
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda: “Hafalkan Al Quran, kerana Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal Al Quran. Sesungguhanya Al Quran ini adalah hidangan Allah, siapa yang bersamanya, ia pasti aman. Dan hendaklah ia bergembira dengan hafalan Al Quran.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah)

4. Mereka Lebih Berhak Menjadi Pemimpin & Imam Dalam Shalat
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda; “Yang paling berhak menjadi imam dalam shalat suatu kaum hendaknya yang paling banyak hafalan Al Qurannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Mendapat Kehormatan yang Lebih Tinggi Dari Rasulullah
“Dari Jabir ibn Abdillah, Bahawa Rasulullah menyatukan dua orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad. Kemudian Nabi bertanya, “Dari mereka berdua, siapakah paling banyak hafal Al Quran?” Apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka Nabi memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad.” (HR. Ahmad)

6. Penghafal Al Quran Akan Memakai Mahkota Kehormatan
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Orang yang hafal Al Quran nanti pada hari kiamat akan datang dan Al Quran akan berkata; “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut di berikan mahkota kehormatan. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahlah pakaiannya.” Maka orang itu di beri pakaian kehormatannya. Al Quran lalu berkata lagi, “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka Allah pun meridhai dia. Dan kepadanya di katakan; “Bacalah dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia di beri tambahan satu kebajikan.” (HR. Tirmidzi, ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, ia menilainya sahih, serta di setujui oleh Adz Dzahabi (1/553)

7. Hafal Al Quran Merupakan Bekal yang Paling Baik
“Dari Jabir bin Nufair, Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal daripadaNya, yaitu Al Quran.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

8. Orang Tua Mereka Memperoleh Pahala Khusus
“Dari Buraidah Al Aslami, ia berkata aku mendengar Rasulullah bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Al Quran akan menemui para penghafalnya, ketika para penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: “Apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab; “Saya tidak mengenal kamu.” Al Quran berkata; “Saya adalah kawanmu, Al Quran.” Akulah yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur di malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Quran tadi di beri kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi indah yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: “Kenapa kami di beri dengan pakaian begini?” Kemudian dijawab, “Karena kamu telah mengizinkan anakmu menghafal Al Qur’an sehingga ia hafal Al Quran.” (HR. Al Hakim, ia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim (1/568)

Fungsi lain para huffazh pada masa Nabi adalah bahwa mereka menjadi penjaga kemurnian (otentisitas) Al Qur’an. Ketika Zaid ibn Tsabit mengumpulkan Al Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar maupun Khalifah Utsman ibn Affan, maka sebagai dasar dari pengumpulan dan penulisan itu terdiri dari dua macam, yaitu: tulisan atau catatan yang masaih berserakan di pelepah kurma, kulit atau tulang, serta hafalan para huffazh.

Kiat Menjadi Seorang Hafidz Al Qur’an
Beberapa persiapan mental yang wajib di miliki calon hafidz adalah:
1. Niat yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan rahasia untuk mendapatkan taufiq dalam menghafalkan Al Quran. Sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah, sesungguhnya aku di perintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya (Az Zumar: 11)
Kesalahan dalam meletakkan niat akan berdampak fatal, bukan lagi mendapatkan pahala akan tetapi justru mendapatkan murka dan adzab dari Allah.
“Tiga golongan yang pertama kali akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat, diantaranya adalah seseorang yang telah diberi kenikmatan berupa hafalan Al Quran, maka dia di datangkan, kemudian disebutkan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya maka dia mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: Apa yang telah kamu amalkan dari nikmat-nikmat yang telah Ku berikan kepadamu berupa hafalan Al Quran? maka ia menjawab “Saya belajar, mengajar, membaca dan menghafalkannya karena mengharap ridhaMu semata” maka Allah pun mendustakanya “Engkau bohong!!, akan tetapi engkau belajar, mengajar, membaca dan menghafalnya agar dikatakan sebagai qari’, dan itu telah dikatan kepadamu. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk membawa dan dilemparkannya kedalam api neraka” (HR. Muslim)

2. Memilih Waktu yang Tepat Untuk Menghafal
Diantara yang harus di perhatikan oleh para penghafal Al Quran adalah mengenai waktu, jangan menghafal di waktu sempit, bising atau dalam keramaian, hendaklah memilih waktu yang tenang dan jiwa dalam keadaan lapang.
“Waktu yang tepat untuk membaca serta menghafal Al Quran adalah waktu menjelang subuh dan sesudah terbitnya fajar di karenakan pikiran pada waktu itu masih jernih dan tenang” Ungkap Khatib Al Baghdady.

3. Tempat yang Nyaman dan Layak Untuk Menghafal
Memilih tempat mempunyai dampak dalam hafalan seseorang, jangan menghafal di alam terbuka, banyak pemandangan, hiasan atau lukisan.
“Hendaklah jangan menghafal dipinggir sungai dan di depan lukisan karena tempat-tempat itu dapat menghalangi kejernihan hati” kata Ibnul Qoyyim Al Jauzi dalam Al Hatsu ‘alaa hifdzil ilmi.
Sedangkan, lanjutnya, tempat yang paling baik untuk menghafal adalah Masjid. Karena seseorang menjaga pintu hatinya dengan tiga hal: Mata yang tidak digunakan untuk melihat, telinga yang tidak digunakan untuk mendengar dan mulut yang selalu dijaga dari semua perkara yang diharamkan Allah, kesemuanya merupakan alat yang di gunakan untuk menghafal ayat-ayat Allah, jikalau kesemuanya selamat, maka hafalanya akan semakin bagus dan kuat, insya Allah.

4. Menggunakan Satu Mushaf
Tujuannya adalah untuk memantapkan hafalan. Karena menghafal ibarat merekam, apabila saat merekam terdapat suara-suara ‘lain’, maka semua akan ikut terekam. Hindarilah berganti-ganti mushaf saat menghafal, karena itu akan menjadikan kita tambah bingung.
Sebaliknya, jika yang digunakan hanyalah satu mushaf saja, maka kita akan mendapatkan ‘kekuatan lain’, yakni lebih mudah untuk mengingat tulisan atau halaman.

5. Menghafal Lambat Tapi Pasti
Yang terpenting adalah kualitas, bukan sebaliknya. Jangan tergesa-gesa mentarget sekian-sekian dalam waktu sekian, sesuaikanlah dengan kemampuan yang kita miliki. Dan jangan melanjutkan ke hafalan berikutnya, sebelum hafalan yang kemarin betul-betul mantap. Karena menambah hafalan dengan mengabaikan sebelumnya, akan memutuskan semangat.

6. Terikat dengan seorang Guru
Yang terpenting dalam menghafal Al Quran adalah adanya keterikatan dengan seorang guru hafidz, karena pengikat pertama dalam menghafal Al Quran adalah bersandar pada talaqqi, sehingga dengan bimbingan seorang guru para calon hafidz dapat terarahkan dengan sempurna dalam menyelesaikan hafalanya. Begitu juga, sang guru akan selalu membimbing dan memotivasi muridnya di saat si murid mengalami kejenuhan.

7. Kembali kepada Allah dengan memperbanyak dzikir dan meminta pertolongan dariNya.
Dengan perbuatan ini, semua yang kita citakan akan sempurna. Selalu kembali kepada Allah baik senang, susah, luang maupun sempit. Karena hanyalah allah yang mampu mewujudkan impian kita untuk menjadi seorang hafidz.

Metode Menghafal Al Quran
Menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering di ulang, pasti menjadi hafal. Tak heran jika kita lihat sebagian masyarakat Indonesia, rata-rata hafal surat yasin dan Al Mulk. Burung kakak tua pun mampu menghafal susunan kata, karena sering mendengar kata-kata tersebut. Kalau burung saja dapat menghafal sejumlah kata, apalagi manusia. Jika rajin, dengan izin Allah, ia lebih mampu dari pada burung kakak Tua. Anak kecil kadang mampu mengucap dengan persis iklan yang biasa di dengar di radio atau di tv.
Oleh karena itu, siapapun dapat menghafal Al Qur`an. Anak-anak, remaja, bahkan orang tua, asal mau, ia akan hafal sebagian atau seluruh Al Qur`an. Sahabat Rasululloh, rata-rata mengenal Al Qur`an ketika usia dewasa. Ini berarti umur bukan penghalang pertama dalam menghafal Al Qur`an
Penghalang utama menghafal Al Qur`an adalah malas, tidak ada kemauan, hilang akal dan mati hati. Jika penyakit-penyakit di atas lenyap, insya Allah Al Qur`an muda di hafal. Sedang banyak atau sedikitnya hafalan tergantung azam yang dimiliki.
Namun, tiap manusia kemampuannya berbeda dalam mengingat seseatu yang di ulang-ulang. Sebagian hafal dengan pengulangan lima kali, sebagian lain hafal kalau diulang 20 kali bahkan 30 kali.
Dengan memahami teknik menghafal Al Qur`an yang efektif, insya Allah, kekurangan-kekurangan yang ada depat diatasi. Ada beberapa teknik menghafal Al Qur`an yang sering dilakukan oleh para penghafal, diantaranya:
1. Memahami Ayat-ayat yang Akan Dihafal
Ayat-ayat yang akan dihafal difahami terlebih dahulu artinya. Ukurlah kukuatan menghafal anda, kemudian tentukan berapa halaman kemampuan otak anda mengingat, jika dua halaman misalnya dalam satu jam maka pahami dua halaman ayat-ayat tersebut dengan baik maksudnya, hingga terbayang semua ketika anda membacanya.
Setelah faham, cobalah baca berkali-kali sampai anda dapat mengingatnya. Dan jangan lupa ketika anda mengulang-ulang otak anda ikut mengingat maksud tiap ayat yang anda baca, insya Allah anda akan memperoleh hafalan lebih cepat.
Sekarang cobalah baca ayat-ayat yang telah anda hafal dengan menutup mushaf, ulangi berkali kali hingga tidak terjadi kesalahan sedikitpun. Namun, jangan cepat puas dengan hafalan anda, sebelum teruji dengan baik jika anda tetap lancar membacanya tanpa melihat mushaf, jika anda mendapatkan kesalahan dan lupa beberapa ayat, ulangi terus hinga bebas dari kesalahan. Tahapan-tahapan ini perlu dilakukan agar saat setor pada guru pembimbing anda dapat melakukanya dengan lancar. Kelancaran ketika menyetorkan hafalan merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri bagi orang yang sedang menghafal, sebaliknya, ketidak lancaran saat dan seringnya mendapat teguran dari guru pembimbing suatu hal yang sangat menyedihkan bagi para penghafal Al Quran. Oleh karena itu, usahakanlah menyetor hafalan dalam kondisi prima. Karena hal ini akan menambah semangat untuk melanjutkan hafalan berikutnya, sebaliknya, hafalan yang kurang lancar dapat mematahkan semangat menghafal.

Mengulang-ulang Sebelum Menghafal
Cara ini lebih santai tanpa harus mencurakan seluruh pikiran. Sebelum menghafal, bacalah ayat-ayat yang akan dihafal berkali-kali. Bacalah ayat-ayat yang akan di baca sebanyak-banyaknya, misalkan 35 kali pengulangan, setelah itu baru mulai menmghafal. Dengan cara ini anda akan merasakan kemudahan dalam merekam ayat-ayat tersebut, namun cara ini memerlukan kesabaran penuh karena memakan waktu yang cukup banyak. Suara anda akan banyak terkuras, namun jangan khawatir, karena Allah menciptakan pita suara dengan kuat, semakin sering dipakai bersuara semakin tidak mudah serak. Karena itu jangan kaget, jika ketika anda mulai menghafal suara cepat serak. Itu hanyalah efek dari sura yang tadinya jarang dikeluarkan kemudian secara mendadak banyak dikeluarkan, yakinlah bahwa suara anda kuat tidak mudah serak walaupun berjam-jam bersuara, anda bisa buktikan suara penghafal Al Quran disekitar anda rata-rata mereka memiliki suara yang kuat tidak mudah serak.

Mendengarkan Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal ada yang cocok dengan cara ini karena tidak memerlukan suara yang serius sehinga membuat pikiran cepat tegang. Penghafal hanya hanya memerlukan keseriusan mendengar ayat ayat yang akan dihafal. Ayat ayat yang akan dihafal dapat di dengar melalui kaset-kaset tilawah Al Qur`an yang sudah diakui keabsahanya, dan mendengarkanya harus dilakukan berulang-ulang. Bagi yang punya MP3, walkman, dll. Cara ini sangat cocok digunakan saat santai, duduk-duduk sambil mendengarkan ayat-ayat yang akan dihafal.
Setelah banyak mendengar, anda dapat memulai menghafal ayat-ayat tersebut, anda akan mendapatkan kemudahan tersendiri ketika menghafalnya.

4. Menulis Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal Al Qur`an, ada yang cocok dengan menulis ayat-ayat yang akan dihafal. Cara ini sebenarnya sudah sering dilakukan para ulama’ zaman dahulu, setiap ilmu yang akan mereka hafal, mereka tulis terlebih dahulu.

Beberapa Metode Untuk Menjaga Hafalan
1. Carilah Seseorang yang dhabith (kuat hafalanya) serta telah mendapatkan ijazah dan mendapatkan sanad sampai Rasulullah untuk mendengarkan hafalan anda kepadanya dengan tajwid dan tartil dari awal sampai akhir.
2. Setelah anda membaca dengan sempurna dihadapan guru, bolehlah anda mencari guru yang lebih dalam ilmunya tentang Al Quran karena dengan berbeda-bedanya bacaan yang anda dengarkan dari guru, akan menambah pengetahuan dan keluasan ilmu anda tentang Al Quran.
3. Kalau memungkinkan, hafalkan matan tajwid seperti matan Al Jazariyah, karangan Syaikh Muhammad Ibnu Jazari. Jikalau anda mempunyai keinginan kuat dalam mempelajari ilmu qira’at sab’ah maka mulailah dengan menghafal matan Syatibiyyah.
4. Hendaklah sesering mungkin untuk mengulang, terutama pertama kali setelah hafal Al Quran.
5. Pergunakan qiyamullail untuk muraja’ah hafalan
6. Jangan pernah lepas dari membawa mushaf saku, kemanapun anda pergi kecuali ditempat yang diharamkan membawanya seperti kamar mandi dll.
7. Manfaatkan seluruh waktu luang anda dengan muraja’ah hafalan. Karena anda mempunyai tanggung jawab yang sangat besar setelah Allah mengaruniakan kepada anda hafalan Al Quran.




Referensi:
• Qardhawy, Yusuf, Kaifa Nata’ammal Ma’al Qur’anil Adzim
• Al Ajiry, Abu Bakr Muhammad ibn Husain, Akhlaq Hamalat Al Qur’an
• An Nawawi, Abu Zakariya ibn Syarafuddin, At Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an
• Ash Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum Al Qur’an
• Karzun, Anas Ahmad, Wa Rattil Al Qur’an Tartila
• Rafiuddin, Muhammad Abu Al Basyar, Ma’rifat Sya’n Al Qur’an Al Karim
• Thalyamat, Abul Muathy, Al Halaqat Al Qur’aniyyah Dirasah Manhajiyyah Syamilah

0 komentar:

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP