25 Agustus 2009

Hukum Perempuan Haid Membaca Al Qur'an

Tidak sedikit hadits yang ‘melarang’ perempuan yang sedang haidh, nifas, maupun orang yang junub, membaca Al Qur’an. Namun, jika diteliti kembali, ternyata secara keseluruhan hadits-hadits tersebut statusnya dhaif (lemah), bahkan ada juga yang maudu’ (palsu). Berikut beberapa hadits yang saya maksud;
1. Dari Ibnu Umar, dari Nabi r beliau bersabda; “Janganlah perempuan yang haidh dan orang yang junub membaca sedikitpun dari (ayat) Al Qur’an”. Dalam riwayat yang lain: “Janganlah orang yang junub dan perempuan yang haidh membaca sedikitpun dari (ayat) Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 121). Ibnu Majah (no. 595 dan 596). Ad-Daruquthni (1/117) dan Baihaqiy (1/89), dari jalan Ismail bin Ayyaasy dari Musa bin Uqbah dari Naafi, dari Ibnu Umar.
Hadits di atas adalah dha’if (lemah). Imam Az Zaila’i di kitabnya Nashbur Raayah (1/195) menukil keterangan Imam Ibnu ‘Adiy dalam kitabnya Al Kaamil bahwa imam Ahmad dan Bukhari dll, telah menda’ifkan (melemahkan) hadits ini dan Abu Hatim menyatakan bahwa yang benar hadits ini mauquf (terhenti) kepada Ibnu Umar (yakni yang benar bukan sabda Nabi r, akan tetapi hanya perkataan Ibnu Umar).
Ibnu Abi Hatim mengatakan: “Hadits dari Ismail bin ‘Ayyasy ini keliru dan yang benar adalah hanya perkataan Ibnu Umar.”
Imam Bukhari berkata; “Ismail bin Ayyaasy adalah munkarul hadits, apabila dia meriwayatkan hadits dari penduduk Hijaz dan penduduk Iraq. Salah satunya adalah hadits di atas.”

2. Dari ‘Abdul Malik bin Maslamah (dia berkata): Telah menceritakan kepadaku Mughiroh bin Abdurrahman dari Musa bin ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah r; “Tidak diperbolehkan bagi orang junub membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al Qur'an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (1/117).
Hadits di atas juga Dha’if (lemah). Al Hafizh Ibnu Hajar telah melemahkan riwayat di atas disebabkan Abdul Malik bin Maslamah adalah seorang perawi (penyampai hadits) yang dha’if. (Talkhisul habir 1/138).

3. Dari seorang laki-laki dari Abi Ma’syar dari Musa ibnu ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi r. Beliau bersabda: “Perempuan yang haidh dan orang yang junub, keduanya tidak boleh membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (1/117).
Hadits ini Dha’if karena; Pertama: Ada seorang rawi yang mubham (tidak disebut namanya yaitu dari seorang laki-laki). Kedua: Abu Ma’syar adalah seorang perawi yang dha’if.”

4. Dari Muhammad bin Fadhl dari Thawus dari Jabir bin Abdillah dia berkata: Rasululloh r bersabda: “Tidak boleh bagi perempuan yang haidh dan nifas (dalam Riwayat yang lain: Orang yang junub) membaca sedikitpun dari Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (2/78) dan Abu Nu’aim bin Basyar dalam kitabnya Al Hilyah (4/22).
Sanad hadits ini maudhu’ (palsu) karena Muhammad bin Fadhl bin ‘Athiyyah bin Umar telah dikatakan oleh para Imam ahli hadits sebagai kadzab (pendusta), sebagaimana keterangan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib-nya (2/200) dan kitab Talkhisul Habir (1/138), beliau mengatakan bahwa orang ini matruk (tertinggal).

Ketika hadits-hadits di atas dari semua jalannya adalah dha’if, bahkan hadits terakhir statusnya maudhu’, maka hadits-hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai dalil dilarangnya perempuan yang sedang haidh, nifas dan orang yang junub untuk membaca Al Qur’an. Bahkan cukup banyak hadits/ dalil yang membolehkan perempuan yang sedang haidh, nifas dan junub untuk membaca Al Qur’an, berikut penjelasannya:
Pertama: Apabila tidak ada satupun hadits shahih/ valid yang melarang perempuan haidh membaca Al Qur’an, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al Qur’an secara mutlak termasuk bagi perempuan yang sedang haidh.

Kedua: Dari ‘Aisyah, ia berkata: Kami keluar (menunaikan Ibadah Haji) bersama Rasulullah r. Maka ketika kami sampai di suatu tempat bernama Sarif, aku haidh. Lalu Nabi r masuk menemuiku saat aku sedang menangis, lalu beliau bertanya: “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Aku menjawab: Aku ingin, demi Allah kalau aku sekiranya tidak haji pada tahun ini.” Beliau bertanya; “Apakah engkau sedang haidh?” Jawabku “Ya.” Kemudian beliau bersabda; “Sesungguhnya (haidh) itu adalah sesuatu yang telah Allah tentukan untuk anak-anak perempuan Adam, oleh karena itu kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang haji selain engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haidh).” Diriwayatkan oleh Bukhari (No.305) dan Muslim (4/30).
Hadits di atas dijadikan dalil oleh para Ulama diantaranya; Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya bagian Kitabul Haidh bab; 7. Dan Imam Ibnu Baththaal, Imam Ath Thobari, Imam Ibnu Mundzir dll. “Bahwa perempuan yang haidh, nifas dan orang yang junub diperbolehkan membaca Al Qur’an dan tidak ada satupun larangan.” Berdasarkan perintah Nabi r kepada Aisyah untuk mengerjakan apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang mengerjakan ibadah haji selain thawaf dan tentunya juga terlarang shalat. Sedangkan yang lainnya boleh, termasuk membaca Al Qur’an. Karena jika membaca Al Qur’an terlarang bagi perempuan haidh, tentu Nabi r telah menjelaskan larangannya kepada ‘Aisyah.

Ketiga: Dari ‘Aisyah, ia berkata: “Adalah Nabi r senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/194) dan lain-lain. Hadits ini juga dijadikan hujjah oleh Imam Al Bukhari dan lainnya, tentang bolehnya perempuan yang haidh, nifas dan orang yang junub membaca Al Qur’an. Karena Nabi r senantiasa berdzikir atas segala keadaannya dan yang termasuk berdzikir adalah membaca Al Qur’an.

Keempat: Surat yang dikirim oleh Rasulullah r kepada Heracleus yang di dalamnya berisi ayat Al Qur’an sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan lainnya dari hadits Aisyah, dan di-takhrij dalam Shahih Sunan Abi Dawud (14) dan dalam Ash-Sahihah (406). dll. Hadits ini pun dijadikan dalil tentang bolehnya orang junub membaca Al Qur’an, padahal orang-orang kafir tidak pernah lepas dari janabah, meskipun demikian Nabi r menulis surat kepada mereka yang di dalamnya terdapat firman Allah.
Kelima: Ibnu Abbas mengatakan; “Tidak mengapa orang yang sedang junub membaca Al Qur’an.” (lihat: Shahih Bukhari, Kitabul Haidh, bab; 8).


Ref:
Az Zabidi, Imam, Ringkasan Shahih Bukhari, Mizan Media Utama, Bandung.
Abul Abbas, Muhammad, Tahdzib Al-Kamal, Al-Maktabah, Madinah.
Adz-Dzahabi, Syiar A’lam An-Nubala’, Daar Asy-Syuruuq, Damaskus.
Hasbi, Muhammad, Sejarah Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Adz-Dzahabi, Mizan Al-I’tidal, Daar Asy-Syuruuq, Damaskus.
Al-Hakim, Muhammad, Tadzkirah Al-Huffadz, An-Nadwah, Beirut.
Nasiruddin, Muhammad, Shahih At-Tirmidzi, Media Dakwah, Bandung.
Amir Abdat, Abdul Hakim, Hukum Perempuan Haid Memegang, Membaca Al Qur’an Dan Diam Di Masjid, Darul Qolam, Bandung.

read more “Hukum Perempuan Haid Membaca Al Qur'an”

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP