16 Maret 2009

Tafsir Basmallah

بسم الله الرحمن الرحيم
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan;
“Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas.”

THE POWER OF BASMALAH
Allah memulai kitabNya dengan Basmalah, dan memerintahkan kepada Nabi-nabiNya pada wahyu yang pertama untuk melakukan aktivitas membaca dan memulai semua pekerjaan dengan menyebut nama Allah, “Iqra’ Bismi Rabbika” (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu), maka tidak salah jika dikatakan, bahwa Basmalah merupakan pesan pertama yang di ajarkan Allah kepada manusia, pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan menyebut nama Allah.
Memulai segala perbuatan dengan nama Allah adalah adab dan bimbingan pertama yang diwahyukan Allah kepada NabiNya: “Iqra’ Bismi Rabbika”.
Permulaan itu sesuai dengan kaidah utama dalam ajaran Islam, yang menyatakan bahwa Allah adalah Al Awwalu Wa Al Akhiru Wa Adz Dzahiru Wa Al Bathinu (Dialah Yang Pertama dan Yang Terakhir, Dia Yang Nampak dengan Jelas (bukti-bukti wujudNya) dan Dia pula Yang Tersembunyi (terhadap siapa pun HakikatNya). Karena itu, jelas Sayyid Quthub dalam Fii Dhilal Al Qur’annya, dengan namaNya segala sesuatu harus dimulai dan dengan namaNya pula terlaksana setiap gerak dan arah.
Basmalah, adalah pembuka. Yakni, Mulailah (segalanya) Atas Nama Allah. Demikian, Ary Ginanjar menyimpulkan; Prinsip ini akan menyadarkan diri untuk selalu bersikap rahman dan rahim terhadap setiap orang, agar selalu memiliki prinsip memberi dan memulai. “Mulailah dari yang tekecil, Mulailah dari diri sendiri, dan Mulailah sekarang juga”. Seperti yang sering di sampaikan oleh Aa’ Gyim dalam Taushiyahnya.
Atas Nama Allah, artinya adalah berupaya mencontoh dan meneladani segala sifat-sifat Allah. Inilah dasar pembuka suara-suara hati yang membisiki dalam kalbu anda, yang senantiasa akan mengarahkan anda menuju kebaikan, dan keberhasilan.
Anda akan memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat, karena anda akan bertindak atas nama Allah yang Maha Mulia, bertindak sebagai Khalifah (wakil) Allah yang di hormati. Demikian Ary Ginanjar dalam bukunya “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual.”
Begitu dahsyatnya pengaruh Basmalah dalam membentuk karakter kepribadian manusia, sehingga setan tidak mampu memperdaya mereka. Rasulullah pernah bersabda:
“Jika seseorang diantara kalian mendatangi istrinya, maka ucapkanlah: “Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithana, wajannibisy syaithana ma razaqtana.”
“Maka barangsiapa (suami-istri), membaca doa ini sebelum melakukan hubungan intim, dan Allah mentakdirkan, bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, maka setan tidak akan pernah bisa membahayakannya.” Meriwayatkannyalah Al Bukhari, dalam Al Jami’nya.

MAKNA BASMALAH
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5)
Makna huruf ba’ pada Basmalah
Huruf ba’, yang di terjemahkan menjadi “dengan”, mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan, akan tetapi harus terlintas dalam benak pembaca ketika mengucapkan Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismillah berati “Saya memulai apa yang saya kerjakan ini, dengan menyebut nama Allah.”
Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap, bahwa ia memulai pekerjaannya atas nama Allah. Atau bisa juga di artikan sebagai perintah dari Allah, yang menyatakan “Mulailah pekerjaanmu dengan nama Allah”. Kedua sisipan kata “memulai” pada Basmalah tersebut, memiliki semangat yang sama, yakni menjadikan nama Allah sebagai pangkalan tempat bertolak.
Ada juga yang mengaitkan kata bi (Bismillah), dengan arti “kekuasaan”. Sehingga pengucap Basmallah seakan-akan berkata: “Dengan kekuasaan Allah dan pertolonganNya, pekerjaan yang saya lakukan ini bisa terlaksana.”
Dengan demikian manusia akan menyadari kelemahan dan keterbatasan dalam dirinya, tetapi pada saat yang sama pula, ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri, karena ketika itu, dia telah menyandarkan dirinya kepada Allah dan memohon bantuanNya. Demikian penjelasan Quraish Shihab, dalam Al Mishbah.
Kata (اسم) ism terambil dari kata (السّمو) as sumuw yang berarti tinggi, atau (السمة) as simah yang berarti tanda. Memang, sebuah nama, itu menjadi tanda bagi sesuatu, serta harus di junjung tinggi.
Penulisan kata (يسم) bismi dalam Basmalah tidak menggunakan huruf alif, sedangkan dalam surah Al ‘Alaq ayat pertama, tertulis dengan menggunakan huruf alif (إقراء ياسم). Masalah tersebut telah dibahas panjang lebar oleh kalangan ulama’ tafsir. Pakar tafsir Al Qurthubi (w. 671) berpendapat, bahwa penulisan huruf alif pada Basmalah adalah karena pertimbangan praktis semata-mata. Karena kalimat ini sering ditulis dan diucapkan, sehingga untuk mempersingkat tulisan, ia ditulis tanpa menggunakan alif.
Az Zarkasyi (w.794) menguraikan dalam kitabnya Al Burhan, bahwa tata cara penulisan Al Qur’an, mengandung rahasia-rahasia tertentu. Termasuk dalam hal menanggalkan huruf alif pada tulisan satu kata dalam Al Qur’an. Az Zarkasyi mengemukakan kaidahnya, yang intinya adalah bahwa penanggalan huruf alif itu mengisyartkan adanya ‘sesuatu’ dalam rangkaian katanya yang tidak terjangkau oleh panca indra.
Kata Allah, demikian juga Ar Rahman pada Basmalah, tidak dapat terjangkau hakikatnya. Kedua kata itu, tidak dapat digunakan kecuali untuk menunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Maka, kata bismi yang dirangkaikan dengan Allah dan Ar Rahman, bermaksud untuk mengisyaratkan hal itu.
Atas dasar itu pula, kalimat bismi dalam surah Al ‘Alaq di tulis dengan menggunakan alif, karena di sana yang di kemukakan adalah yang di sifati dengan Rabb (Pemelihara), sedang Pemeliharaan Tuhan cukup jelas terlihat pada seluruh hamba-hambaNya.
Rasyad Khalifah (w.1990M) berpendapat, bahwa ditinggalkannya huruf alif dalam Basmalah, adalah agar jumlah huruf-huruf ini menjadi sembilan belas (19) huruf, tidak dua puluh. Karena angka 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan Al Qur’an. Misalkan, dalam Al Qur’an, kata ismi, Allah, Ar Rahman, dan Ar Rahim, memiliki jumlah angka yang dapat dibagi habis oleh angka 19. Kata ismi, terulang sebanyak 19 kali, kata Allah sebanyak 2698 kali (2698 : 19 = 142), Ar Rahman, sebanyak 57 kali (57 : 19 = 3) dan Ar Rahiim sebanyak 114 kali (114 : 19 = 6). Seandainya “Bismi” ditulis dengan menggunakan alif, maka perkalian-perkalian diatas tidak akan terjadi. Ini merupakan salah satu kunci keotentikan Al Qur’an hingga akhir zaman, karena bila terjadi perubahan kata, maka pastilah jumlah kata dan huruf-hurufnya tidak seimbang. Wallahu a’lam.
“Diatasnya (neraka Saqar), ada sembilan belas (Malaikat-malaikat penjaga)” (QS. Al Muddatsir ayat 30)
Thahir Ibnu ‘Asyur mengemukakan, bahwa penulisan Basmalah pada awal surah-surah Al Qur’an termasuk Al Fatihah, semuanya bersumber dan mencontoh penulisan Basmalah dalam surah An Naml ayat 30:
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Bismilahi Ar Rahmani Ar Rahim” (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)…”
Penulisan Basmalah pada surah di atas tanpa menggunakan alif. Maka, Basmalah di tulis demikian, karena mengisyaratkan bahwa itu adalah awal dari surat yang di tulis oleh Nabi Sulaiman as. yang di kirimnya kepada penguasa kerajaan Saba’. Dan ketika para shahabat ingin menulis awal surah-surah Al Qur’an, maka di tulislah Basmalah sebagaimana Nabi Sulaiman as. memulai suratnya. Wallahu a’lam.

Kata Allah Yang Mencakup Segalanya
Kata Allah, sering disebut dengan Ismul a’dzam (nama yang paling agung) atau lafdzul Jalalah (lafadz yang mulia), Karena, jika kita mengucapkan “Allah”, maka, sebetulnya nama itu telah mencakup semua nama-nama dan sifatNya yang lain.
Sedang jika kita mengucapkan Ar Rahman, umpamanya, atau Al Malik, maka ia hanya menggambarkan sifat rahmat, atau sifat kepemilikanNya saja. Disisi lain, tidak ada satu pun yang berhak menamai dirinya dengan Allah, baik secara hakikat atau majaz. Sedang sifat-sifatNya yang lain, secara umum dapat di sandang oleh makhlukNya.
“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha ayat 14)
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al Asma Al Husna (nama-nama yang indah).” (QS. Thaahaa ayat 8)
Dia juga yang bertanya dalam Al Qur’an:
“Tuhan yang menguasai langi dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seseorang yang sama dengan Dia?” (QS. Maryam ayat 65)
Ayat di atas difahami oleh pakar tafsir sebagai berikut:
Apakah engkau mengetahui ada yang bernama seperti nama ini?
Apakah engkau mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan sebagaiman pemilik nama itu (Allah)?
Apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung selain dari nama ini?
Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini, semuanya benar. Karena hanya Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib wujudNya, berhak menyandang nama tersebut, sedang yang lainnya tidak ada, bahkan tidak boleh. Maka, hanya Dialah yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari namaNya itu.

Asal-muasal Lafadz Allah
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. KursiAllah meliputi langit dan bumi, Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah: 255)
Para ulama’, sebagaimana yang diungkapkan oleh Quraish Shihab, berselisih pendapat mengenai pertanyaan tersebut. Di antara pendapat mereka adalah bahwa Allah tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi Ia adalah nama yang menunjuk kepada Dzat yang wajib wujudnya, yang menguasai hidup dan kehidupan dan kepadaNyalah seluruh makhluk mengabdi dan memohon.
Sedangkan ulama tafsir dan ahli bahasa yang mengatakan bahwa kata (الله) Allah berakar dari kata (إله) Ilah, jumlahnya jauh lebih banyak dari pada pendapat yang pertama. Pendapat ini mengemukakan, bahwa kata (الله) Allah berakar dari kata (إله) Ilah, yang di tambahi huruf alif dan lam diawal kalimat.
Dengan demikian kata (الله) Allah merupakan nama khusus, karena tidak dikenal bentuk jama’ (plural)nya. Sedang, kata (إله) Ilah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jama’(plural), yaitu (الهة) Alihah (beberapa tuhan).
Penambahan alif dan lam pada lafadz Ilah, (sehingga menjadi Allah) mengandung fungsi bahwa dengan adanya penambahan alif dan lam tersebut, lafadz itu (Allah) lebih dikenal dalam benak. Kedua huruf tersebut (alif dan lam) sama dengan “The” dalam bahasa Inggris. Kedua huruf yang ditambahkan itu menjadikan kata yang di bubuhi menjadi ma’rifah/definit (diketahui/dikenal), para ahli bahasa Arab mengakui bahwa Tuhan yang dikenal dalam benak mereka adalah Tuhan pencipta, berbeda dengan tuhan-tuhan yang lain.
Kemudian huruf Hamzah (إ) yang di baca kasrah (i), pada kata (الاله) Al-Ilah (yang berada diantara kedua huruf lam), tidak dibaca lagi sehingga berbunyi (الله) Allah, dan sejak itulah, kata ini seakan-akan merupakan kata baru yang tidak meiliki akar kata, sekaligus kata ini pula menjadi nama khusus bagi sang Pencipta dan Pengatur alam semesta yang wajib wujudNya. Demikian pernyataan Quraish Shihab.
Lafdzul Jalalah (الله) Allah, yang tedapat dalam Basmalah, mencakup semua sifat-sifat ketuhanan Yang Maha Sempurna, yang tidak terdapat dalam Al-Asma Al-Husna lainnya.
Dengan demikian, Lafdzul Jalalah mengandung begitu banyak sifat-sifat ketuhanan yang Maha Luhur, yang tidak seorang pun mengetahui berapa jumlahnya.

Ar Rahman dan Ar Rahim Dalam Basmalah
Sifat Allah Ar Rahman dan Ar Rahim yang terdapat dalam Bismillah, merupakan dua sifat Allah yang Maha Indah ini dapat di tetapkan sebagai sifat Allah Yang Maha Luhur bagiNya.
Ar Rahman artinya Yang Maha Pemurah, menunjukkan bahwa sifatnya ini meliputi kehidupan di alam dunia dan akhirat, dan nikmatNya merata diperuntukkan bagi seluruh makhluknya.
Sedang Ar Rahim, artinya Yang Maha Penyayang, sifat ini merupakan sifat Allah dalam menyempurnakan nikmat dan rahmatNya bagi orang-orang yang beriman kelak di akhirat. Maka, keterangan di atas dapat di fahami, bahwa Ar Rahman memiliki makna yang lebih luas dari pada Ar Rahim.
Kedua sifat di atas, di wujudkan oleh Allah dalam bentuk-bentuk nikmat yang berbeda. Ar Rahman akan di limpahkan kepada seluruh makhluk tanpa kecuali, sebagai wujud dari keMaha PemurahanNya.
Sedangkan sifat Ar Rahim di limpahkan hanya bagi hambaNya yang telah di pilih, dalam bentuk penyempurnaan nikmatNya di akhirat, Penyempurnaan nikmat Allah bagi hamba-hambaNya yang telah di pilih di akhirat kelak dapat berupa:
§ Pelipatgandaan pahala atas amal kebaikan yang di lakukan sewaktu di dunia.
§ Maghfirah (ampunan) atas dosa-dosa yang pernah di kerjakan.
§ Syafa’at (pertolonagn) dari insan pilihan atas izin Allah, seperti Nabi Muhammad, Syuhada’, atau Al Qur’an.
Rasulullah mengilustrasikan betapa luasnya rahmat Allah swt. yang di berikan pada hambaNya, sebagaimana yang di tuturkan oleh Abu Hurairah, katanya, Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Allah menjadikan RahmatNya sebanyak seratus bagian, yang sembilan puluh sembilan di simpan di sisiNya, dan satu bagian di turunkannya ke bumi, dan satu bagian inilah yang di bagi pada seluruh makhluk, sehingga seekor burung rela mengangkat kakinya dari anaknya, karena terdorong oleh rahmat kasih sayang, khawatir menginjak atau menyakiti anaknya.” Diriwayatkan oleh Muslim.

KEUTAMAAN BASMALAH
Karena agungnya basmalah, sehingga Rasulullah menamainya dengan Al Ismu Al A’dzam (nama yang agung), sebagaimana dalam beberapa hadits ini;
1. Utsman Ibnu Affan pernah bertanya kepada Rasulullah tentang basmalah, maka Beliau menjawab;
“Sesungguhnya ia adalah salah satu dari Nama-nama Allah yang agung, begitu dekatnya basmalah dengan Nama Allah seperti dekatnya biji mata yang hitam dengan biji mata yang putih.” Meriwayatkannyalah Abdurrahman bin Abi Hatim dari Ibnu Abbas.
2. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata; ketika Rasulullah bertemu dengan Jibril, Jibril berkata;
“Wahai Muhammad, bacalahh A’uudzubillahissamii’il ‘aliimi minasy syaithanirrajiim. Kemudian bacalah “Bismillahir rahmanir rahiim”. Lalu Jibril berkata; Wahai Muhammad bacalah dengan mengingat Allah, berdiri dan duduklah dengan mengingat Allah Yang Maha Tinggi.”
3. Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Buraidah, Rasulullah bersabda;
“Telah diturunkan kepadaku satu ayat yang tidak pernah diturunkan kepada seororang Nabi pun selain Nabi Sulaiman dan aku, yaitu “Bismillahir rahmanir rahiim.”
4. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda;
“Apabila salah seorang di antara kalian ingin bersetubuh dengan istrinya, hendaklah ia membaca “Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithan wajannibisy syaithana maa razaqtanaa” Apabila Allah menghendaki ia mempunyai anak, maka setan tidak akan dapat mengganggu anak tersebut selama-lamanya.”
5. Rasulullah bersabda;
“Setiap perbuatan baik yang tidak di mulai dengan menyebut nama Allah, maka perbuatan tersebut terputus dari berkah.” Meriwayatkannyalah Ibnu Hibban.ANTARA BASMALAH DENGAN AL FATIHAH“Tidak sah shalatnya seseorang tanpa membaca Al Fatihah”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Perawi lainnya.
Para ulama’ tidak ada yang berbeda pendapat mengenai Basmalah, mereka sepakat bahwa ia adalah firman Allah swt. yang tercantum dalam Al Qur’an. Paling tidak dalam QS. An Naml ayat 30. “Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya : “Bismilahi Ar Rahmani Ar Rahim” (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)…”
Mereka tidak mengingkari pentingnya mengucapkan Basmalah pada setiap kali memulai kegiatan yang mengandung kebaikan. Walaupun masalah ini (Basmalah adalah Al Quran) tidak ditemukan oleh mereka dalam keenam buku hadits yang dinilai standar.
Tetapi yang mereka perselisihkan adalah apakah Basmalah termasuk bagian dalam surah Al Fatihah atau bukan.
Disini saya paparkan beberapa pendapat para ulama’ mengenai apakah basmalah termasuk bagian dari surah Al Fatihah atau bukan, sehingga diri kita terhindar dari rasa ‘was-was’ ketika membaca Al Fatihah dalam shalat.
Imam Malik berpendapat; Bahwa Basmalah bukan sebagian dari surah Al Fatihah, karena itu ia tidak dibaca ketika membaca Al Fatihah dalam shalat. Alasan yang diberikan oleh beliau diantarnya adalah, karena Al Qur’an bersifat mutawattir (berkesinambungan) dalam arti, periwayatannya disampaikan oleh orang yang banyak dan setatusnya meyakinkan, sedang periwayatan tentang Basmalah dalam Al Fatihah tidak demikian. Buktinya adalah karena banyaknya terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama’ mengenai masalah tersebut.
Di samping itu, menurut penganut madzhab Maliki, tidak ada satu riwayat pun yang bernilai shahih yang dapat digunakan sebagai dalil bahwa Basmalah pada Al Fatihah adalah bagian dari Al Qur’an. Bahkan justru sebaliknya, sekian banyak riwayat yang membuktikan bahwa basmalah bukan termasuk bagian dari Al Fatihah.
Salah satu diantaranya adalah hadits yang membagi Al Fatihah menjadi dua bagian, satu bagian bagi Allah dimulai dari Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin (tanpa menyebut Bismillahir rahmanir rahim), dan bagian yang lain untuk manusia yang dimulai dari Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in samapai akhir dari surah ini. Pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bab berikutnya, insyaAllah.
Alasan lain (inilah yang terpenting dan yang terkuat) Imam Malik selama melakukan penelitian atau pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh penduduk Madinah, bahwa beliau menemukan imam atau masyarkat umum di sana, tidak ada yang membaca Basmalah ketika membaca Al Fatihah dalam shalat.
Sedangkan, Imam Syafi’i menilai bahwa Basmalah adalah ayat pertama dari surah Al Fatihah, dan shalat tidak akan sah tanpa membaca Al Fatihah, maka, Basmalah harus dibaca ketika membaca Al Fatihah.
Alasan yang diberikan beliau cukup banyak, diantaranya adalah sebagaimana yang dirangkum oleh Fakhruddin Ar Razi, yaitu adanya riwayat dari Abi Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda: “Al Fatihah terdiri dari tujuh ayat, yang diawali dengan Bismillahir rahmaanir rahiim.” Meriwayatkannya Ath Tabrani dan Ibnu Mardawaih.
Ummu Salamah, salah satu istri Rasululullah saw. pernah menginformasikan bahwa “Nabi saw. pernah membaca Al Fatihah termasuk Basmalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan Al Baihaqi.
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa sahabat Rasululullah saw. Anas ibnu Malik, pernah ditanya mengenai bagaimana cara Nabi saw. membaca Al Qur’an. Anas menjawab, beliau memanjangkan bacaan ini, ini, ini..., Lalu Anas memberikan contoh sambil memanjangkan Bismillaah, memanjangkan Ar Rahmaan, dan memanjangkan Ar Rahiim.
Disamping itu, telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ummat islam, bahwa semua yang tercantum dalam Mushaf, disebut sebagai Al Qur’an. Oleh karena itu, para ulama’ sepakat untuk tidak menganggap kata “Amin” yang dibaca pada akhir Al Fatihah termasuk Al Qur’an. Sedangkan Basmalah, tidak ada seorang pun yang menolak pencantumannya dalam Al Qur’an. Itulah alasan yang dibeberkan Imam Syafi’i.
Setelah melihat fenomena di atas, maka Imam Abu Hanifah mengambil jalan tengah dengan menggabung dan mengkompromikan antara dalil-dalil di atas. Menurut beliau, “Basmalah dibaca dalam shalat saat membaca Al Fatihah, tetapi dengan sirri (tidak suara keras).”
Seperti terlihat di atas, masing-masing pendapat mengemukakan dalil dan alasan masing-masing. Maka, di sini muncul pertanyaan; Bukankah Nabi telah memberikan contoh pengamalan dan telah mempraktekkan sekian cara dalam beribadah baik dari segi pengamalan maupun bacaan? bukankah Beliau hidup ditengah-tengah ummat Islam selama duapuluh dua tahun lebih?. Betul sekali.
Pertanyaan-pertanyaan di atas patut untuk dibenarkan. Maka, dalam hal ini para ulama’ memperkenalkan kepada kita mengenai istilah (تعدد العبادات) ta’addud al ibadat (keragaman mengenai cara beribadah). Jika ini dapat diterima, maka bisa disimpulkan bahwa semua tata cara di atas (membaca Basmalah atau tidak dalam shalat), tidak harus dipertentangkan dan jangan sampai masalah ini menjadi ‘biang’ perpecah-belahan dikalangan ummat. Bukankah pintu surga amat luas, dan mampu menampung semua yang meniti jalan menuju kehadirat Allah swt.
Maka, atas dasar itulah para ulama dari berbagai madzhab sepakat untuk menyatakan bahwa; Hukumnya tetap sah. Apabila seseorang yang dalam shalatnya meyakini bahwa basmalah termasuk bagian dari surah Al Fatihah dan membacanya dalam shalat.
Begitu pula, tetap sah shalatnya ketika ia mengikuti imam yang tidak membaca Basmalah dalam shalat. Demikian penjelasan Quraish Shihab dalam tafsirnya.


ANTARA BASMALAH DENGAN AL FATIHAH
“Tidak sah shalatnya seseorang tanpa membaca Al Fatihah”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Perawi lainnya.
Para ulama’ tidak ada yang berbeda pendapat mengenai Basmalah, mereka sepakat bahwa ia adalah firman Allah swt. yang tercantum dalam Al Qur’an. Paling tidak dalam QS. An Naml ayat 30. “Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya : “Bismilahi Ar Rahmani Ar Rahim” (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)…”
Mereka tidak mengingkari pentingnya mengucapkan Basmalah pada setiap kali memulai kegiatan yang mengandung kebaikan. Walaupun masalah ini (Basmalah adalah Al Quran) tidak ditemukan oleh mereka dalam keenam buku hadits yang dinilai standar.
Tetapi yang mereka perselisihkan adalah apakah Basmalah termasuk bagian dalam surah Al Fatihah atau bukan.
Disini saya paparkan beberapa pendapat para ulama’ mengenai apakah basmalah termasuk bagian dari surah Al Fatihah atau bukan, sehingga diri kita terhindar dari rasa ‘was-was’ ketika membaca Al Fatihah dalam shalat.
Imam Malik berpendapat; Bahwa Basmalah bukan sebagian dari surah Al Fatihah, karena itu ia tidak dibaca ketika membaca Al Fatihah dalam shalat. Alasan yang diberikan oleh beliau diantarnya adalah, karena Al Qur’an bersifat mutawattir (berkesinambungan) dalam arti, periwayatannya disampaikan oleh orang yang banyak dan setatusnya meyakinkan, sedang periwayatan tentang Basmalah dalam Al Fatihah tidak demikian. Buktinya adalah karena banyaknya terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama’ mengenai masalah tersebut.
Di samping itu, menurut penganut madzhab Maliki, tidak ada satu riwayat pun yang bernilai shahih yang dapat digunakan sebagai dalil bahwa Basmalah pada Al Fatihah adalah bagian dari Al Qur’an. Bahkan justru sebaliknya, sekian banyak riwayat yang membuktikan bahwa basmalah bukan termasuk bagian dari Al Fatihah.
Salah satu diantaranya adalah hadits yang membagi Al Fatihah menjadi dua bagian, satu bagian bagi Allah dimulai dari Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin (tanpa menyebut Bismillahir rahmanir rahim), dan bagian yang lain untuk manusia yang dimulai dari Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in samapai akhir dari surah ini. Pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bab berikutnya, insyaAllah.
Alasan lain (inilah yang terpenting dan yang terkuat) Imam Malik selama melakukan penelitian atau pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh penduduk Madinah, bahwa beliau menemukan imam atau masyarkat umum di sana, tidak ada yang membaca Basmalah ketika membaca Al Fatihah dalam shalat.
Sedangkan, Imam Syafi’i menilai bahwa Basmalah adalah ayat pertama dari surah Al Fatihah, dan shalat tidak akan sah tanpa membaca Al Fatihah, maka, Basmalah harus dibaca ketika membaca Al Fatihah.
Alasan yang diberikan beliau cukup banyak, diantaranya adalah sebagaimana yang dirangkum oleh Fakhruddin Ar Razi, yaitu adanya riwayat dari Abi Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda: “Al Fatihah terdiri dari tujuh ayat, yang diawali dengan Bismillahir rahmaanir rahiim.” Meriwayatkannya Ath Tabrani dan Ibnu Mardawaih.
Ummu Salamah, salah satu istri Rasululullah saw. pernah menginformasikan bahwa “Nabi saw. pernah membaca Al Fatihah termasuk Basmalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan Al Baihaqi.
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa sahabat Rasululullah saw. Anas ibnu Malik, pernah ditanya mengenai bagaimana cara Nabi saw. membaca Al Qur’an. Anas menjawab, beliau memanjangkan bacaan ini, ini, ini..., Lalu Anas memberikan contoh sambil memanjangkan Bismillaah, memanjangkan Ar Rahmaan, dan memanjangkan Ar Rahiim.
Disamping itu, telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ummat islam, bahwa semua yang tercantum dalam Mushaf, disebut sebagai Al Qur’an. Oleh karena itu, para ulama’ sepakat untuk tidak menganggap kata “Amin” yang dibaca pada akhir Al Fatihah termasuk Al Qur’an. Sedangkan Basmalah, tidak ada seorang pun yang menolak pencantumannya dalam Al Qur’an. Itulah alasan yang dibeberkan Imam Syafi’i.
Setelah melihat fenomena di atas, maka Imam Abu Hanifah mengambil jalan tengah dengan menggabung dan mengkompromikan antara dalil-dalil di atas. Menurut beliau, “Basmalah dibaca dalam shalat saat membaca Al Fatihah, tetapi dengan sirri (tidak suara keras).”
Seperti terlihat di atas, masing-masing pendapat mengemukakan dalil dan alasan masing-masing. Maka, di sini muncul pertanyaan; Bukankah Nabi telah memberikan contoh pengamalan dan telah mempraktekkan sekian cara dalam beribadah baik dari segi pengamalan maupun bacaan? bukankah Beliau hidup ditengah-tengah ummat Islam selama duapuluh dua tahun lebih?. Betul sekali.
Pertanyaan-pertanyaan di atas patut untuk dibenarkan. Maka, dalam hal ini para ulama’ memperkenalkan kepada kita mengenai istilah (تعدد العبادات) ta’addud al ibadat (keragaman mengenai cara beribadah). Jika ini dapat diterima, maka bisa disimpulkan bahwa semua tata cara di atas (membaca Basmalah atau tidak dalam shalat), tidak harus dipertentangkan dan jangan sampai masalah ini menjadi ‘biang’ perpecah-belahan dikalangan ummat. Bukankah pintu surga amat luas, dan mampu menampung semua yang meniti jalan menuju kehadirat Allah swt.
Maka, atas dasar itulah para ulama dari berbagai madzhab sepakat untuk menyatakan bahwa; Hukumnya tetap sah. Apabila seseorang yang dalam shalatnya meyakini bahwa basmalah termasuk bagian dari surah Al Fatihah dan membacanya dalam shalat.
Begitu pula, tetap sah shalatnya ketika ia mengikuti imam yang tidak membaca Basmalah dalam shalat. Demikian penjelasan Quraish Shihab dalam tafsirnya.
Ref:
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri
2. Fie Dzilal Al Quran, Sayyid Quthb
3. Zubdah At Tafassir, Dr. Muhammad Sulaiman Abdullah Asyqar
4. Tafsir Al Misbah, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab
5. Quantum Ikhlas, Erbe Sentanu
6. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Ary Ginanjar Agustian
read more “Tafsir Basmallah”

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP