23 September 2009

Saatnya Meningkatkan Kualitas Diri

Saat ini, kita berada di bulan yang sungguh luar biasa; Bulan Syawal. Setelah sebulan lamanya kita menyaksikan fenomena khas Ramadhan, seluruh masjid penuh sesak oleh jamaah shalat dan dzikir, kotak-kotak infak terisi penuh, dan kajian-kajian tidak pernah sepi dari pendengar. Saat itu kita seakan terasa begitu termotivasi untuk melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya.
Namun, Ramdhan telah usai, masjid-masjid kembali sepi, kotak infak dibiarkan kosong kembali, dst. Benarkah kita telah berhasil meraih kemenangan di bulan Syawal?

Salah satu kelemahan utama kita dalam hidup adalah kegagalan menangkap hakikat sebuah makna, padahal kemampuan menangkap makna sangatlah penting, karena dengan hal tersebut seseorang akan mampu menghadapi apa pun. Tanpa kemampuan itu, segala tindakan hanya akan menjadi sesuatu yang teknis dan formalitas ritual. Banyak orang yang shalat, mengaji, dan berpuasa, tapi tak memahami maknanya. Semua dilakukan secar otomatis, tanpa pemikiran maupun kesadaran.

Makna Bulan Syawal

Syawal dapat diartikan sebagai peningkatan, yakni peningkatan kualitas manusia sebagai hamba Allah (abdullah) dan mandataris Allah (khalifatullah) di muka bumi ini. Peningkatan kualitas terjadi setelah selama bulan Ramadhan kita dididik dan dilatih secara intensif oleh Allah swt dengan berpuasa dan memperbanyak amal shalih. Ramadhan merupakan tempat mendidik dan melatih aspek ruhani (madrasah ruhiyah) umat Islam. Dari madrasah tersebut akan diluluskan manusia-manusia bertakwa yang kian meningkat kualitasnya di bidang tauhid, ibadah, dan akhlak.

Di bidang akidah tauhid, manusia yang lulus dari madrasah ruhiyah akan bertambah istiqamah, bertambah kuat, tegak, dan lurus. Keberhasilan manusia di bidang ini dapat dilihat dari cintanya kepada Allah swt, Rasulullah saw, dan perjuangan/jihad. Cinta kepada Allah melahirkan ketaatan terhadap syariat agama Islam. Cinta kepada Rasul melahirkan kesanggupan diri untuk meneladani pribadi mulia Nabi Muhammad saw. Cinta kepada jihad melahirkan semangat juang di jalan Allah dengan rela mengorbankan harta dan jiwa demi menegakkan agama-Nya.

Di bidang ibadah, keberhasilan seorang lulusan madrasah ruhiyah dapat dilihat dari kekhusyukan dan ketekunannya dalam : 1) menjaga shalat wajib berjamaah di masjid, 2) menjaga shalat-shalat sunah (seperti : rawatib, dhuha, dan tahajud), 3) menjaga amalan puasa sunah (seperti : puasa Senin Kamis, puasa Daud, dan puasa hari Arafah), 4) membaca Al-Qur’an, 5) memperbanyak dzikir dan wirid, baik di hati maupun diucapkan, 6) memperbanyak doa, sebagai bentuk ibadah kita kepada-Nya, sebagai kebutuhan diri kita, dan sebagai tabungan permohonan kepada Yang Mahakuasa untuk jangka panjang, 7) memperbanyak derma, dalam bentuk zakat, infaq, dan shadaqah.

Di bidang akhlak, manusia yang lulus dari madrasah ruhiyah akan memiliki akhlak yang terpuji (mahmudah) dan mulia (karimah). Keberhasilan di bidang ini dapat dilihat dari beberapa pertanda sebagai berikut : lisannya bicara penuh ilmu dan hikmah, panca indranya dipergunakan untuk taat dan jauh dari maksiat, hasil pikirannya memberikan manfaat, hati yang bersih dari iri dengki/hasad, serta rizki yang diperolehnya halal dan thayyib.

Karena belum terlalu lama Ramadhan berlalu, tentunya masih hangat dalam hati kita bagaimana nikmatnya ibadah, berakhlak baik, dan hal positif lainnya. Hal itu mestinya dapat menjadi penyemangat bagi kita untuk meningkatkan kualitas diri pada bulan Syawal. Semoga.
read more “Saatnya Meningkatkan Kualitas Diri”

19 September 2009

Peran Mulia Dalam Menjaga Otentisitas Al Qur'an

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz Dzikra (Al Qur’an) dan
Kami pula yang menjaganya.” QS. Al Hijr: 9


Menjadi seorang hafidz adalah sebuah harapan, impian dan cita-cita mulia, setiap muslim seharusnya mendambakannya. Seorang hafidz, juga disebut oleh Rasulullah sebagai keluarga Allah dan orang yang diberi keistimewaan tersendiri. (Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165). Oleh karena itu, sejarah telah menggambarkan, betapa antusiasnya para sahabat dalam menghafal Al Qur’an, berbagai cara dilakukan, agar kemuliaan Al Qur’an dapat tertambat ke dalam kalbu, mulai dari mengulang ayat demi ayat, melantunkan siang-malam, dan membacanya dalam setiap rakaat shalat.
Sampai saat ini, semua aspek yang bersumber dari Al Qur’an senantiasa di kaji dan dikembangkan, baik dari segi teks, bacaan, tulisan, i’jaz maupun kandungannya yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Ini adalah salah satu bentuk apresiasi bahwa Al Qur’an dari generasi ke generasi selalu dihafal dan terjaga dalam dada para huffazh Al Qur’an. Subhaanallah..
Lima belas (15) abad yang lalu Al Qur’an diturunkan, sungguh luar biasa, dari waktu ke waktu jumlah huffadz (penghafal) Al Qur’an semakin meningkat seiring dengan bertambahnya Ma’had Tahfidz Al Qur’an. Alhamdulillah.. Ternyata, Al Qur’an yang berbahasa Arab dengan ketebalan 600 halaman, 114 surah dan setebal 30 juz itu, telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafalkan (Q.S Al Qamar: 17), bukan hanya oleh bangsa Arab, tetapi juga seluruh ummat manusia.

Sejarah dan Perkembanagn Tahfizh Al Qur’an
1. Tahfidz Al Qur’an di Masa Rasulullah
Rasulullah menerima wahyu (Al Qur’an) dari Malaikat Jibril dengan cara hafalan, bukan dengan tulisan, karena beliau adalah seorang ummi (Q.S Al Ankabut: 48) . Dengan cara seperti itu pula, beliau mengajarkan kepada para sahabat. Setiap kali ayat Al Qur’an turun, para sahabat yang kebanyakan juga tidak bisa baca-tulis dengan penuh semangat menghafal ayat-ayat yang mereka terima dari Nabi, di samping ada beberapa sahabat yang diminta untuk menuliskannya. Seperti Zaid bin Tsabit, dkk.
Pada masa Nabi berada di Makkah, mereka berkumpul di rumah Al Arqam ibn Abil Arqam, yang oleh Abul Mu’athy disebut sebagai Halaqah Ar Ridhwan, atau di rumah-rumah para sahabat secara rahasia. Setelah Nabi berhijrah ke Madinah, halaqah tahfidz Al Qur’an tersebut terus berlanjut dan kini disebut Halaqah Ath Thaybah. Masjid Nabi selalu begemuruh oleh suara para sahabat yang membaca dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Selain itu, mereka juga mengajarkan Al Qur’an kepada isteri dan keluarganya di rumah serta mengulang-ulang bacaan Al Qur’an yang mereka peroleh siang dan malam.
Dari halaqah, yang disebut oleh Dr. Shubhi Ash Shalih sebagai Madrasah Nabawiyah itu, lahir para sahabat yang dikenal sebagai huffazh Al Qur’an, antara lain: Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Al Khatthab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Salim ibn Ma’qal, Mu’adz ibn Jabal, Ubayy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Abu Zaid ibn Sakan, Abu Darda, Thalhah, Abu Hurairah, Abdullah ibn Saib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Ubadah ibn Shamit, Fadhalah ibn Ubaidillah, Maslamah ibn Makhlad, ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah dan lainnya.
Setelah Nabi wafat, di antara mereka, ada tujuh sahabat yang membuka halaqah di Madinah dan menjadi isnad bacaan Al Qur’an, yaitu: Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ubayy ibn Ka’b, Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Mas’ud, Abu Darda’ dan Abu Musa Al Anshary. Kepada mereka itulah para sahabat yang lain dan para tabi’in belajar membaca dan menghafal Al Qur’an, seperti Sa’id ibn Al Musayyab, ‘Urwah, Umar ibn Abdil Aziz, Atha’ ibn Yasar, Abdurrahman ibn Hurmuz dan Muhammad ibn Syihab Az Zuhry. Sementara di kota-kota lain ada pula sahabat yang mengajar Al Qur’an, seperti Mu’adz ibn Jabal di Mekkah, Abdullah ibn Mas’ud di Kufah (diutus oleh Khalifah Umar ibn Khatthab pada tahun 17 H), Abu Musa Al Asy’ari, Ali ibn Abi Thalib dan Anas ibn Malik di Basrah. Sedang di negeri Syam ada Ubadah ibn Shamit di Palestina dan Abu Darda’ di Damaskus, dan di Mesir ada Ubaid ibn Makhmar Al Mu’afiry, ‘Amr ibn Al ‘Ash, Abu Dzar Al Ghifary serta ‘Uqbah ibn ‘Amir.
Begitulah seterusnya, Al Qur’an dipelajari bacaannya dan dihafal secara mutawatir, disamping adanya penulisan oleh para kuttab al wahy (para penulis wahyu), yang kemudian pada masa Khalifah Abu Bakr dilakukan tadwin (kodifikasi) mushaf serta ditulis kembali pada masa Khalifah Utsman ibn ‘Affan dengan satu bentuk tulisan yang disebut rasam ‘Utsmany.
Namun sesuai dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa Al Qur’an diturunkan atas tujuh huruf, maka dari segi bacaan pada masa itu sangat beragam, sehingga Ibn Mujahid (w. 324 H) dalam kitabnya As Sab’ah fil Qiraat merumuskan tujuh bacaan (Al Qira’ah As Sab’ah) dengan menisbatkan setiap qiraat kepada salah seorang imam dari tujuh imam yang terkenal saat itu, yaitu:
1. Nafi (w. 169 H) di Madinah, dengan rawinya Qalun dan Warsy
2. Ibn Katsir (w. 120 H) di Makkah, dengan rawinya Qunbul dan Bazzy
3. Abu ‘Amr (w. 154 H) di Kufah, dengan rawinya Duri dan Susi
4. Ibn ‘Amir (w. 118 H) di Damaskus, dengan rawinya Hisyam dan Ibn Dzakwan
5. ‘Ashim (w. 128 H) di Kufah, dengan rawinya Hafsh dan Syu’bah
6. Hamzah (w. 80 H) di Halwan, dengan rawinya Khalaf dan Khallad
7. Al Kisa’i (w. 189 H), dengan rawinya Duri dan Abul Harits

Begitulah perkembangan bacaan Al Qur’an. Penetapan mutawatirnya suatu bacaan, menurut Imam Syathibi, didasarkan atas tiga kualifikasi: Sesuai dengan bahasa Arab, Sesuai dengan rasam Utsmani, dan Sanadnya shahih. Adapun sistem pengajaran bacaan dan hafalan Al Qur’an pada zaman Nabi hingga zaman klasik ada tiga macam, yaitu: Usriyah (keluarga), Masjidiyah (masjid), Kuttabbiyah (ma’had, pengajian anak-anak).
Yang efektif dan berkembang sampai saat ini di negara-negara Arab adalah yang terakhir, yakni sistem kuttab. Dalam sistem ini, anak-anak sejak usia dini belajar kepada seorang mudarris (ustadz) setiap pagi dan sore membawa buku yang ditulis ayat-ayat yang harus dihafal di rumah. Setelah hafal tulisan tersebut dihapus dan hafalannya diajukan (tasmi’ atau tashih) kepada mudarris. Selanjutnya akan ditulis lagi ayat-ayat berikutnya untuk dihafal di rumah dan begitu seterusnya.
Dari sistem seperti ini, telah membuat anak-anak di negara-negara Arab berhasil menjadi huffazh pada usia dini, sekitar umur 6-10 tahun, di samping mereka akan terus melanjutkan pendidikannya melalui jalur formal maupun informal. Dengan bekal hafalan Al Qur’an yang telah dikuasai di waktu anak-anak maka mereka akan mampu mendalami bidang-bidang tertentu yang mengacu kepada Al Qur’an pula. Dari sistem inilah lahir ulama dan ilmuwan besar di masa lalu dan sekarang, mulai dari Imam Asy Syafi’i, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al Jauzi, Fakhruddin Ar Razi, Mahmoud Syaltout, Muhammad Abduh sampai Wahbah Az Zuhayli, dll, atau sebut saja Muhammad Husain Thaba’thaba’i, seorang bocah asar Iran yang mendapat Doktor H.C. di usiannya yang ke tujuh. Subhanallah..

2. Sejarah Tahfidz Al Qur’an di Indonesia
Di Indonesia, tradisi menghafal Al Qur’an dimulai dan dibawa oleh ulama (kiyai) yang telah berhasil menghafal Al Qur’an di Makkah Al Mukarramah sekitar abad ke-18 Masehi, antara lain seperti Syaikh Mahfuzh At Tirmisi, KH. Munawir, Krapyak, KH. Hasyim Asy’ari, Jombang, KH. Arwani, Kudus, dll. Artinya, tradisi menghafal Al Qur’an di Indonesia, selain sebagai tuntutan keagamaan, secara kultural merupakan budaya turunan yang diambil dari Timur Tengah (Al Haramain). Dibanding dengan tradisi tahfizh Al Qur’an di negara-negara Timur Tengah, tradisi menghafal Al Qur’an di Indonesia mempunyai beberapa perbedaan, antara lain:
1. Dipandang sebagai ilmu khusus yang berdiri sendiri dan tidak diorientasikan sebagai dasar ilmu yang harus dilengkapi oleh ilmu-ilmu bantu yang lain.
2. Dilaksanakan di pesantren dan khusus untuk menghafal Al Qur’an. Santri secara full-time berada di pesantren dan khusus menghafal Al Qur’an.
3. Usia santri yang menghafal Al Qur’an sudah menginjak usia remaja, antara 12 – 18 tahun.
4. Saat menghafal Al Qur’an tidak dibarengi dengan belajar ilmu lain baik secara formal maupun informal.
5. Setelah khatam menghafal Al Qur’an jarang yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan beberapa ciri tersebut, para huffzh Al Qur’an di Indonesia (terutama di Jawa) biasanya disiapkan untuk upacara sema’an, menjadi kiyai dan ustadz di pesantren tahfizh Al Qur’an atau menjadi peserta, pelatih atau hakim Musabaqah Hifzhil Qur’an baik di tingkat kabupaten, propinsi, nasional maupun internasional. Jarang kita dengar para huffazh Al Qur’an di Indonesia menjadi ulama besar, sebagai pimpinan Majelis Ulama atau Presiden.
Oleh karena itu, sudah saatnya, setiap muslim kembali menyemai benih-benih tahfidz Al Qur’an, kalau sebagai orang tua, kita sudah merasa tidak sanggup lagi untuk menghafal seluruh kandungan Al Qur’an, bukan berarti tidak menghafal sama sekali, karena Rasulullah mengingatkan, “Bahwa orang yang tidak memiliki hafalan Al Qur’an sama sekali, ia bagaikan bangunan yang rapuh.” (HR. At Turmudzi dari Ibnu Abbas (2914), beliau menilai hadits ini, hasan sahih). Sebaiknya kita tetap menghafal surat atau ayat-ayat pendek.
Agar benih-benih tahfidz senantiasa bersemi, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk merencanakan, memotifasi anak-anaknya agar mereka memiliki keinginan untuk menghafal Al Qur’an. Karena sebagaimana pepatah mengatakan; “Belajar di waktu kecil, ibarat mengukir di atas batu. Belajar di saat tua, bagaikan mengukir di atas air.” Bahkan, saat ini cukup banyak pesantren Al Qur’an yang menyediakan sekolah formal atau jenjang yang lebih tinggi.


Menghafal Al Qur’an Tidak Harus Menetap di Pesantren!
Di Indonesia, masih berkembang sebuah paradigma; kalau ingin menjadi seorang hafidz, harus menetap di pesantren, tidak boleh melakukan aktifitas apapun selain menghafal dan menghafal, di samping itu, waktu yang di habiskan cukup banyak, 5 sampai 15 tahun. Sebenarnya tidaklah demikian, kalau kita melihat bagaimana para sahabat menghafal Al Qur’an, tidak satupun diantara mereka yang menetap di Masjid/ halaqah Rasulullah, bahkan mereka juga bekerja mencari nafkah, mengikuti beberapa peperangan, dan mempelajari serta menghafal hadits.
Apa yang membuat mereka sangat antusias dalam menghafal Qur’an? Salah satunya adalah adanya rasa cinta yang menghunjam kalbu untuk lebih dekat lagi dengan Allah subhanahu wata’ala, hal itu di buktikan dengan keistiqamahan mereka dalam membaca KalamNya.
Oleh itu, agar kita menjadi seorang hafidz, mulai saat ini, tumbuhkan kecintaan terhadap Al Qur’an, perbanyak tilawah, hafalkan surat dan ayat-ayat pendek, ikutilah halaqah yang menyediakan program tahfidz Al Quran, carilah ustadz, teman yang dapat memotivasi untuk tetap istiqamah, ikrarkan dalam hati, kalimat “Aku bisa menjadi hafidz.”

Fungsi dan Fadhilah Tahfizh Al Qur’an
Pada zaman Nabi, materi utama ilmu yang dipelajari oleh para sahabat adalah Al Qur’an, baru kemudian hadits. Tolok ukur keilmuan seorang sahabat pada masa itu adalah sejauh mana seseorang menguasai Al Qur’an, baik dari segi hafalan maupun pemahaman kandungannya. Seseorang yang menguasai Al Qur’an disebut Qurra’ dan memperoleh kehormatan yang lebih tinggi di banding yang lain.
Kedudukan qurra’ yang demikian pada masa berikutnya biasa disebut sebagai fuqaha atau ulama. Ketika Nabi hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, maka beliau akan memilih sahabat yang paling banyak hafalan Al Qur’annya. Begitu juga untuk memimpin shalat jama’ah. Ketika seorang sahabat hendak menikahi seorang wanita, Nabi menikahkannya dengan mahar hafalan Al Qur’an.
Bahkan ketika hendak mengubur syuhada’ Uhud, Nabi memerintahkan untuk mendahulukan sahabat yang paling banyak hafalannya.
Melalui beberapa hadits, Rasaulullah menyatakan keutamaan huffatdz, diantaranya:
1. Mereka Adalah Keluarga Allah
“Dari Anas, Ia berkata bahawa Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia.” Kemudian Anas bertanya: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?. Rasulullah menjawab: “Mereka adalah ahli Qur’an (orang yang membaca atau menghafal Al Quran dan mengamalkan isinya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165)

2. Mereka Tempatkan di Surga yang Paling Tinggi
“Daripada Abdullah Bin Amr Bin Al ‘Ash ra dari Nabi beliau bersabda; Diakhirat nanti para ahli Al Quran di perintahkan, “Bacalah dan naiklah ke surga. Dan bacalah Al Quran dengan tartil seperti engkau membacanya dengan tartil pada waktu di dunia. Tempat tinggalmu di surga berdasarkan ayat yang paling akhir yang engkau baca.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

3. Hati Penghafal Al Quran Tidak Di Siksa
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda: “Hafalkan Al Quran, kerana Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal Al Quran. Sesungguhanya Al Quran ini adalah hidangan Allah, siapa yang bersamanya, ia pasti aman. Dan hendaklah ia bergembira dengan hafalan Al Quran.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah)

4. Mereka Lebih Berhak Menjadi Pemimpin & Imam Dalam Shalat
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda; “Yang paling berhak menjadi imam dalam shalat suatu kaum hendaknya yang paling banyak hafalan Al Qurannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Mendapat Kehormatan yang Lebih Tinggi Dari Rasulullah
“Dari Jabir ibn Abdillah, Bahawa Rasulullah menyatukan dua orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad. Kemudian Nabi bertanya, “Dari mereka berdua, siapakah paling banyak hafal Al Quran?” Apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka Nabi memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad.” (HR. Ahmad)

6. Penghafal Al Quran Akan Memakai Mahkota Kehormatan
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Orang yang hafal Al Quran nanti pada hari kiamat akan datang dan Al Quran akan berkata; “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut di berikan mahkota kehormatan. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahlah pakaiannya.” Maka orang itu di beri pakaian kehormatannya. Al Quran lalu berkata lagi, “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka Allah pun meridhai dia. Dan kepadanya di katakan; “Bacalah dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia di beri tambahan satu kebajikan.” (HR. Tirmidzi, ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, ia menilainya sahih, serta di setujui oleh Adz Dzahabi (1/553)

7. Hafal Al Quran Merupakan Bekal yang Paling Baik
“Dari Jabir bin Nufair, Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal daripadaNya, yaitu Al Quran.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

8. Orang Tua Mereka Memperoleh Pahala Khusus
“Dari Buraidah Al Aslami, ia berkata aku mendengar Rasulullah bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Al Quran akan menemui para penghafalnya, ketika para penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: “Apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab; “Saya tidak mengenal kamu.” Al Quran berkata; “Saya adalah kawanmu, Al Quran.” Akulah yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur di malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Quran tadi di beri kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi indah yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: “Kenapa kami di beri dengan pakaian begini?” Kemudian dijawab, “Karena kamu telah mengizinkan anakmu menghafal Al Qur’an sehingga ia hafal Al Quran.” (HR. Al Hakim, ia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim (1/568)

Fungsi lain para huffazh pada masa Nabi adalah bahwa mereka menjadi penjaga kemurnian (otentisitas) Al Qur’an. Ketika Zaid ibn Tsabit mengumpulkan Al Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar maupun Khalifah Utsman ibn Affan, maka sebagai dasar dari pengumpulan dan penulisan itu terdiri dari dua macam, yaitu: tulisan atau catatan yang masaih berserakan di pelepah kurma, kulit atau tulang, serta hafalan para huffazh.

Kiat Menjadi Seorang Hafidz Al Qur’an
Beberapa persiapan mental yang wajib di miliki calon hafidz adalah:
1. Niat yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan rahasia untuk mendapatkan taufiq dalam menghafalkan Al Quran. Sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah, sesungguhnya aku di perintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya (Az Zumar: 11)
Kesalahan dalam meletakkan niat akan berdampak fatal, bukan lagi mendapatkan pahala akan tetapi justru mendapatkan murka dan adzab dari Allah.
“Tiga golongan yang pertama kali akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat, diantaranya adalah seseorang yang telah diberi kenikmatan berupa hafalan Al Quran, maka dia di datangkan, kemudian disebutkan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya maka dia mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: Apa yang telah kamu amalkan dari nikmat-nikmat yang telah Ku berikan kepadamu berupa hafalan Al Quran? maka ia menjawab “Saya belajar, mengajar, membaca dan menghafalkannya karena mengharap ridhaMu semata” maka Allah pun mendustakanya “Engkau bohong!!, akan tetapi engkau belajar, mengajar, membaca dan menghafalnya agar dikatakan sebagai qari’, dan itu telah dikatan kepadamu. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk membawa dan dilemparkannya kedalam api neraka” (HR. Muslim)

2. Memilih Waktu yang Tepat Untuk Menghafal
Diantara yang harus di perhatikan oleh para penghafal Al Quran adalah mengenai waktu, jangan menghafal di waktu sempit, bising atau dalam keramaian, hendaklah memilih waktu yang tenang dan jiwa dalam keadaan lapang.
“Waktu yang tepat untuk membaca serta menghafal Al Quran adalah waktu menjelang subuh dan sesudah terbitnya fajar di karenakan pikiran pada waktu itu masih jernih dan tenang” Ungkap Khatib Al Baghdady.

3. Tempat yang Nyaman dan Layak Untuk Menghafal
Memilih tempat mempunyai dampak dalam hafalan seseorang, jangan menghafal di alam terbuka, banyak pemandangan, hiasan atau lukisan.
“Hendaklah jangan menghafal dipinggir sungai dan di depan lukisan karena tempat-tempat itu dapat menghalangi kejernihan hati” kata Ibnul Qoyyim Al Jauzi dalam Al Hatsu ‘alaa hifdzil ilmi.
Sedangkan, lanjutnya, tempat yang paling baik untuk menghafal adalah Masjid. Karena seseorang menjaga pintu hatinya dengan tiga hal: Mata yang tidak digunakan untuk melihat, telinga yang tidak digunakan untuk mendengar dan mulut yang selalu dijaga dari semua perkara yang diharamkan Allah, kesemuanya merupakan alat yang di gunakan untuk menghafal ayat-ayat Allah, jikalau kesemuanya selamat, maka hafalanya akan semakin bagus dan kuat, insya Allah.

4. Menggunakan Satu Mushaf
Tujuannya adalah untuk memantapkan hafalan. Karena menghafal ibarat merekam, apabila saat merekam terdapat suara-suara ‘lain’, maka semua akan ikut terekam. Hindarilah berganti-ganti mushaf saat menghafal, karena itu akan menjadikan kita tambah bingung.
Sebaliknya, jika yang digunakan hanyalah satu mushaf saja, maka kita akan mendapatkan ‘kekuatan lain’, yakni lebih mudah untuk mengingat tulisan atau halaman.

5. Menghafal Lambat Tapi Pasti
Yang terpenting adalah kualitas, bukan sebaliknya. Jangan tergesa-gesa mentarget sekian-sekian dalam waktu sekian, sesuaikanlah dengan kemampuan yang kita miliki. Dan jangan melanjutkan ke hafalan berikutnya, sebelum hafalan yang kemarin betul-betul mantap. Karena menambah hafalan dengan mengabaikan sebelumnya, akan memutuskan semangat.

6. Terikat dengan seorang Guru
Yang terpenting dalam menghafal Al Quran adalah adanya keterikatan dengan seorang guru hafidz, karena pengikat pertama dalam menghafal Al Quran adalah bersandar pada talaqqi, sehingga dengan bimbingan seorang guru para calon hafidz dapat terarahkan dengan sempurna dalam menyelesaikan hafalanya. Begitu juga, sang guru akan selalu membimbing dan memotivasi muridnya di saat si murid mengalami kejenuhan.

7. Kembali kepada Allah dengan memperbanyak dzikir dan meminta pertolongan dariNya.
Dengan perbuatan ini, semua yang kita citakan akan sempurna. Selalu kembali kepada Allah baik senang, susah, luang maupun sempit. Karena hanyalah allah yang mampu mewujudkan impian kita untuk menjadi seorang hafidz.

Metode Menghafal Al Quran
Menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering di ulang, pasti menjadi hafal. Tak heran jika kita lihat sebagian masyarakat Indonesia, rata-rata hafal surat yasin dan Al Mulk. Burung kakak tua pun mampu menghafal susunan kata, karena sering mendengar kata-kata tersebut. Kalau burung saja dapat menghafal sejumlah kata, apalagi manusia. Jika rajin, dengan izin Allah, ia lebih mampu dari pada burung kakak Tua. Anak kecil kadang mampu mengucap dengan persis iklan yang biasa di dengar di radio atau di tv.
Oleh karena itu, siapapun dapat menghafal Al Qur`an. Anak-anak, remaja, bahkan orang tua, asal mau, ia akan hafal sebagian atau seluruh Al Qur`an. Sahabat Rasululloh, rata-rata mengenal Al Qur`an ketika usia dewasa. Ini berarti umur bukan penghalang pertama dalam menghafal Al Qur`an
Penghalang utama menghafal Al Qur`an adalah malas, tidak ada kemauan, hilang akal dan mati hati. Jika penyakit-penyakit di atas lenyap, insya Allah Al Qur`an muda di hafal. Sedang banyak atau sedikitnya hafalan tergantung azam yang dimiliki.
Namun, tiap manusia kemampuannya berbeda dalam mengingat seseatu yang di ulang-ulang. Sebagian hafal dengan pengulangan lima kali, sebagian lain hafal kalau diulang 20 kali bahkan 30 kali.
Dengan memahami teknik menghafal Al Qur`an yang efektif, insya Allah, kekurangan-kekurangan yang ada depat diatasi. Ada beberapa teknik menghafal Al Qur`an yang sering dilakukan oleh para penghafal, diantaranya:
1. Memahami Ayat-ayat yang Akan Dihafal
Ayat-ayat yang akan dihafal difahami terlebih dahulu artinya. Ukurlah kukuatan menghafal anda, kemudian tentukan berapa halaman kemampuan otak anda mengingat, jika dua halaman misalnya dalam satu jam maka pahami dua halaman ayat-ayat tersebut dengan baik maksudnya, hingga terbayang semua ketika anda membacanya.
Setelah faham, cobalah baca berkali-kali sampai anda dapat mengingatnya. Dan jangan lupa ketika anda mengulang-ulang otak anda ikut mengingat maksud tiap ayat yang anda baca, insya Allah anda akan memperoleh hafalan lebih cepat.
Sekarang cobalah baca ayat-ayat yang telah anda hafal dengan menutup mushaf, ulangi berkali kali hingga tidak terjadi kesalahan sedikitpun. Namun, jangan cepat puas dengan hafalan anda, sebelum teruji dengan baik jika anda tetap lancar membacanya tanpa melihat mushaf, jika anda mendapatkan kesalahan dan lupa beberapa ayat, ulangi terus hinga bebas dari kesalahan. Tahapan-tahapan ini perlu dilakukan agar saat setor pada guru pembimbing anda dapat melakukanya dengan lancar. Kelancaran ketika menyetorkan hafalan merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri bagi orang yang sedang menghafal, sebaliknya, ketidak lancaran saat dan seringnya mendapat teguran dari guru pembimbing suatu hal yang sangat menyedihkan bagi para penghafal Al Quran. Oleh karena itu, usahakanlah menyetor hafalan dalam kondisi prima. Karena hal ini akan menambah semangat untuk melanjutkan hafalan berikutnya, sebaliknya, hafalan yang kurang lancar dapat mematahkan semangat menghafal.

Mengulang-ulang Sebelum Menghafal
Cara ini lebih santai tanpa harus mencurakan seluruh pikiran. Sebelum menghafal, bacalah ayat-ayat yang akan dihafal berkali-kali. Bacalah ayat-ayat yang akan di baca sebanyak-banyaknya, misalkan 35 kali pengulangan, setelah itu baru mulai menmghafal. Dengan cara ini anda akan merasakan kemudahan dalam merekam ayat-ayat tersebut, namun cara ini memerlukan kesabaran penuh karena memakan waktu yang cukup banyak. Suara anda akan banyak terkuras, namun jangan khawatir, karena Allah menciptakan pita suara dengan kuat, semakin sering dipakai bersuara semakin tidak mudah serak. Karena itu jangan kaget, jika ketika anda mulai menghafal suara cepat serak. Itu hanyalah efek dari sura yang tadinya jarang dikeluarkan kemudian secara mendadak banyak dikeluarkan, yakinlah bahwa suara anda kuat tidak mudah serak walaupun berjam-jam bersuara, anda bisa buktikan suara penghafal Al Quran disekitar anda rata-rata mereka memiliki suara yang kuat tidak mudah serak.

Mendengarkan Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal ada yang cocok dengan cara ini karena tidak memerlukan suara yang serius sehinga membuat pikiran cepat tegang. Penghafal hanya hanya memerlukan keseriusan mendengar ayat ayat yang akan dihafal. Ayat ayat yang akan dihafal dapat di dengar melalui kaset-kaset tilawah Al Qur`an yang sudah diakui keabsahanya, dan mendengarkanya harus dilakukan berulang-ulang. Bagi yang punya MP3, walkman, dll. Cara ini sangat cocok digunakan saat santai, duduk-duduk sambil mendengarkan ayat-ayat yang akan dihafal.
Setelah banyak mendengar, anda dapat memulai menghafal ayat-ayat tersebut, anda akan mendapatkan kemudahan tersendiri ketika menghafalnya.

4. Menulis Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal Al Qur`an, ada yang cocok dengan menulis ayat-ayat yang akan dihafal. Cara ini sebenarnya sudah sering dilakukan para ulama’ zaman dahulu, setiap ilmu yang akan mereka hafal, mereka tulis terlebih dahulu.

Beberapa Metode Untuk Menjaga Hafalan
1. Carilah Seseorang yang dhabith (kuat hafalanya) serta telah mendapatkan ijazah dan mendapatkan sanad sampai Rasulullah untuk mendengarkan hafalan anda kepadanya dengan tajwid dan tartil dari awal sampai akhir.
2. Setelah anda membaca dengan sempurna dihadapan guru, bolehlah anda mencari guru yang lebih dalam ilmunya tentang Al Quran karena dengan berbeda-bedanya bacaan yang anda dengarkan dari guru, akan menambah pengetahuan dan keluasan ilmu anda tentang Al Quran.
3. Kalau memungkinkan, hafalkan matan tajwid seperti matan Al Jazariyah, karangan Syaikh Muhammad Ibnu Jazari. Jikalau anda mempunyai keinginan kuat dalam mempelajari ilmu qira’at sab’ah maka mulailah dengan menghafal matan Syatibiyyah.
4. Hendaklah sesering mungkin untuk mengulang, terutama pertama kali setelah hafal Al Quran.
5. Pergunakan qiyamullail untuk muraja’ah hafalan
6. Jangan pernah lepas dari membawa mushaf saku, kemanapun anda pergi kecuali ditempat yang diharamkan membawanya seperti kamar mandi dll.
7. Manfaatkan seluruh waktu luang anda dengan muraja’ah hafalan. Karena anda mempunyai tanggung jawab yang sangat besar setelah Allah mengaruniakan kepada anda hafalan Al Quran.




Referensi:
• Qardhawy, Yusuf, Kaifa Nata’ammal Ma’al Qur’anil Adzim
• Al Ajiry, Abu Bakr Muhammad ibn Husain, Akhlaq Hamalat Al Qur’an
• An Nawawi, Abu Zakariya ibn Syarafuddin, At Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an
• Ash Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum Al Qur’an
• Karzun, Anas Ahmad, Wa Rattil Al Qur’an Tartila
• Rafiuddin, Muhammad Abu Al Basyar, Ma’rifat Sya’n Al Qur’an Al Karim
• Thalyamat, Abul Muathy, Al Halaqat Al Qur’aniyyah Dirasah Manhajiyyah Syamilah
read more “Peran Mulia Dalam Menjaga Otentisitas Al Qur'an”

11 September 2009

Saatnya Instripeksi Diri...

Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau Pencipta langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya. Segala puji bagi-Mu Engkau Cahaya langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Segala pujian bagi-Mu ya Allah, Engkau Pencipta langit dan bumi , atas berbagai nikmat dan karunia-Mu ya Dzal Jalali wal-Ikram, atas izin dan takdir-Mu kami disini hadir sebagai hamba-hamba-Mu yang datang memenuhi panggilan-Mu, kami berkumpul untuk merenung, introspeksi dalam rangka mengevaluasi diri pada hari-hari yang kami lewati. Semoga kami mampu menyempurnakan semua kekurangan, kelemahan yang belum kami penuhi untuk menjadi hamba-hamba pilihan-Mu, hamba-hamba yang pandai mengukur diri untuk kemudian menyongsong ke depan dengan semangat perubahan, agar cinta-Mu semakin subur menyirami kami untuk menjadi hamba yang pandai menyintai-Mu.

Semua pujian untukMu ya Allah, persaksikan bahwa kami yang hadir disini mengharapkan taufik, inayah dan hidayah-Mu, kami bersimpuh di hadapan-Mu untuk menjadi hamba-hamab-Mu yang senantiasa bersemangat menyempurnakan diri dengan kualitas ilmu, iman dan amal, sehingga menjadikan kami hamba yang istiqomah, sabar, tawakkal di jalan-Mu.

Segala pujian untukMu ya Allah, kami adalah hamba-hambaMu yang datang ke hadapanMu mengharapkan rahmat, kasih sayang, ampunan dan rindu kami kepada Syurga-Mu.

Hari ini, kami menghadap-Mu dengan penuh kesadaran, bahwa kami hadir dengan gelimang dosa dan maksiat yang mengotori akal, jiwa dan hati kami. Engkau karuniakan kami akal fikiran yang sehat, namun begitu berat kami untuk menjaga dan memeliharanya dengan baik dari penyimpangan yang ada. Kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik, bid'ah dan khurafat yang jelas-jelas dan kami mohon ampunanMu dari hal-hal tersebut yang belum jelas pada kami.

Ya Allah, ketika Engkau karuniakan kami hati, agar kami mampu melihat dunia dengan kejrnihan mata hati, diantara haq, bathil, benar-salah, baik-buruk, hingga kami pandai mengambil keputusan bijak dalam bersikap, bertindak dan selamat. Sementara ini begitu sulit ya Rabbana untuk mempertahankan hati yang bersih, agar kami selalu ikhlas berbuat hanya mengharap ridho-Mu, agar dengannya kami terhindar pula dari sifat-sifat sombong, angkuh, hasad, iri, dengki, dendam, merasa paling baik, merasa paling benar.

Allahumma ya Allah, saat kaki kami melangkah, menjejakkan tujuan kami, ingin kaki inipun selamat dari jilatan api panas-Mu di neraka, lantaran kaki ini masih melangkah ke tempat-tempat yang tidak Engkau ridhoi. Berikan kekuatan atas kami untuk senantiasa muroqobah di bawah pengawasan-Mu yang tak luput dari hal-hal yang tidak menguntungkan kami.

Ya Rabbana, Engkau berikan kami mata nan indah yang dengannya kami dapat melihat keindahan-Mu, keindahan semua ciptaan-Mu, namun sekian lama kami menfungsikan mata ini untuk sesuatu yang Engkau haramkan, sesuatu yang tidak Engkau suka, padahal kami tahu, bahwa mata kami akan bersaksi di hadapan-Mu untuk apa selama ini digunakan, sehingga mata kami dapat menodai kami di dunia dan akhirat.

Ya Rabbana, Engkau jadikan tubuh kami indah, kemudian Engkau perintahkan agar diperindah dengan pakaian takwa yang dengannya kami lebih aman dan terlindung, namun kami akui beratnya kami untuk menutupi aurat kami, agar diri kami terhindar dari fitnah dan zina, agar kami terhindar dari percikan api-Mu lantaran mengabaikan kewajiban memelihara aurat dan kehormatan diri kami.

Ya Rabbana, kami tahu hidup ini adalah semata-mata untuk beribadah kepada-Mu, agar kami mengakhiri kehidupan ini dengan balasan yang baik pula. Namun ujian yang kami rasakan begitu sulit untuk menyempurnakan ibadah, kami khawatir ibadah-ibadah yang kami lakukan tertolak dan sia-sia, lantaran pengabaian dan kelalaian kami. Kami paham, kami rindu Syurga-Mu, tapi mengapa kami tidak rindu dan tidak semangat melakukan ibadah secara baik dan benar. Shubuh kadang kesiangan, Zhuhur terlewat, Ashar tertinggal, Maghrib telat dan Isya kadang tertidur. Padahal kami berharap banyak belas kasih-Mu untuk dapat shalat dengan khusyu dan tepat waktu menghadap-Mu di antara takbir, ruku, sujud dan salam kami. Belum lagi dengan ibadah-ibadah lain ya Rabbana, bagaimana dengan shaum kami, zakat kami, haji kami yang tidak luput dari kekurang-sempurnaan persembahan seorang hamba yang jahil lagi dhoif ini.

Ya Rabbana, nikmat-Mu yang selayaknya kami syukuri adalah lisan sebagai alat komunikasi, sarana membaca al-Qur'an, berzikir dan berdo'a, agar kami mampu mengikat tali dengan-Mu, yang dengannya kami bisa beroleh ketenangan, damai, tegar, isitiqomah dalam menjalani hidup dan kehidupan. Sebaliknya kami belum mampu menghindari dari bahaya penyakit lisan dari dusta, ghibah, bicara keji, mengupat, ingkar janji dan menyakiti orang lain. Padahal kami tahu pesan Rasulullah saw , bahwa keimanan seorang hamba belum sempurna manakala belum mampu menghindari dari bahaya buruk lisan.

Allahumma ya Allah, Engkau limpahkan atas kami amanah, tanggung jawab dengan apa yang kami perankan di antara hak dan kewajiban kami, namun sekian banyak kelalaian kami untuk mengemban tugas mulia tersebut, sehingga tertatih-tatih kami berupaya untuk menjadi sosok anak yang baik yang mampu berbakti melaksanakan birrul walidain kepada kedua orang tua kami yang telah mengandung, melahirkan, mendidik, membesarkan kami dengan penuh kasih sayang hingga kami dewasa. Rasanya belum cukup sudah membalas jerih payah mereka…Ketika Engkau karuniakan kami pasangan hidup, jadilah kami seorang ibu dan ayah, berat rasanya memikul peran sebagi ibu dan ayah yang baik, untuk mendidik anak-anak kami dengan penuh sabar, menghadapi tantangan zaman yang semakin keras. Sanggupkah kami saat mempertanggung jawabkan amanah tersebut untuk menghantarkan mereka menjadi anak-anak yang shalih dan shalihat, sehingga mereka muncul menjadi qurratu a'yun (permata hati) dan dari mereka mengalir sosok-sosok pejuang yang siap membangun peradaban dunia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, generasi harapan, generasi yang dijanjikan.

Kami sadar benar, bahwa hidup ini sementara, ia merupakan terminal dan persinggahan untuk kemudian melangkah kembali menuju kehidupan lain, yakni kamatian, kematian yang akan menjemput kami yang pasti datang dan tepat pada waktunya, selanjutnya kami pasti akan menghadapi saat-saat dimana tidak perlindungan selain perlindungan-Mu, saat kami dikumpulkan di padang mahsyar untuk menantikan pengadilan-Mu yang Maha Adil. Ya Rabbana karuniakan kami ketabahan dalam menapaki langkah-langkah hidup itu, agar kami dapat menghadap-Mu dengan hati yang bersih dan amal yang diridlai, sehingga kami selamat dari sentuhan api panas-Mu di neraka, dengan kehendak dan ridho-Mu, Engkau hantar kami ke Syurga-Mu bersama para nabi, orang-orang shalih yang mengikuti jejak langkahnya.

Akhirnya, hanya kepada-Mu kami berserah diri, memohon pertolongan. Pada saat ini kami menunduk dengan kepasrahan dan kerendahan hati, berharap untuk menjadikan sosok-sosok kami hamba-hamba yang beriman, komitmen dengan perubahan yang mendasar atas diri kami, engkau mudahkan kami untuk selalu menempa diri menjadi hamba muslim kaffah. Engkau mudahkan lisan kami untuk selalu melantunkan tahmid, takbir dan tasbih untuk-Mu, Engkau mudahkan hati kami untuk senantiasa bersih dari kotoran penyakit hati, Engkau mudahkan jasad kami untuk selalu melakukan perintah dan titah-Mu dalam ketaatan dan ketakwaan, Engkau mudahkan kaki kami dalam melangkah ke tempat-tempat yang Engaku ridhoi, Engkau mudahkan tangan kami dalam mencari karuniaMu yang halal dan bersih dari barang haram, sehingga darah dan daging anak keturunan kami terhidar dari segala yang Engkau murkai.

Allahumma ya Allah. Bantulah saudara-saudara kami yang dalam kesulitan, ringankan urusan hutang piutang mereka, segerakan mereka keluar dari segala musibah dan cobaan yang menimpa mereka, angkat kesulitan yang mereka hadapi, sembuhkan diantara mereka yang sakit, ampuni mereka yang sudah mendahului kami, sinari kubur mereka.

Allahumma ya Allah, Engkau Maha Tahu, akan keadaan saudara-saudara kami yang kini menghadapi kesedihan, dirundung duka, tak habis-habisnya penderitaan yang mereka alami, mereka teraniaya diantara himpitan dan cengkraman musuh-musuh-Mu. Jika Engkau luluh lantahkan musuh-musuhMu Engkau adalah Pencipta mereka yang Maha Kuasa atas mereka, jika masih saja saudara-saudara kami dalam kesulitan itu, Kami yakin benar bahwa Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, Engkau tidak akan menyia-nyiakan mereka yang beriman dan mengabdikan diri hanya kepada-Mu.

Maha Suci Engkau Ya Rahman ya Rahim, Yang Kuasa atas segala sesuatu, hanya kepadaMu kami sandarkan segala urusan kami.
read more “Saatnya Instripeksi Diri...”

25 Agustus 2009

Hukum Perempuan Haid Membaca Al Qur'an

Tidak sedikit hadits yang ‘melarang’ perempuan yang sedang haidh, nifas, maupun orang yang junub, membaca Al Qur’an. Namun, jika diteliti kembali, ternyata secara keseluruhan hadits-hadits tersebut statusnya dhaif (lemah), bahkan ada juga yang maudu’ (palsu). Berikut beberapa hadits yang saya maksud;
1. Dari Ibnu Umar, dari Nabi r beliau bersabda; “Janganlah perempuan yang haidh dan orang yang junub membaca sedikitpun dari (ayat) Al Qur’an”. Dalam riwayat yang lain: “Janganlah orang yang junub dan perempuan yang haidh membaca sedikitpun dari (ayat) Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 121). Ibnu Majah (no. 595 dan 596). Ad-Daruquthni (1/117) dan Baihaqiy (1/89), dari jalan Ismail bin Ayyaasy dari Musa bin Uqbah dari Naafi, dari Ibnu Umar.
Hadits di atas adalah dha’if (lemah). Imam Az Zaila’i di kitabnya Nashbur Raayah (1/195) menukil keterangan Imam Ibnu ‘Adiy dalam kitabnya Al Kaamil bahwa imam Ahmad dan Bukhari dll, telah menda’ifkan (melemahkan) hadits ini dan Abu Hatim menyatakan bahwa yang benar hadits ini mauquf (terhenti) kepada Ibnu Umar (yakni yang benar bukan sabda Nabi r, akan tetapi hanya perkataan Ibnu Umar).
Ibnu Abi Hatim mengatakan: “Hadits dari Ismail bin ‘Ayyasy ini keliru dan yang benar adalah hanya perkataan Ibnu Umar.”
Imam Bukhari berkata; “Ismail bin Ayyaasy adalah munkarul hadits, apabila dia meriwayatkan hadits dari penduduk Hijaz dan penduduk Iraq. Salah satunya adalah hadits di atas.”

2. Dari ‘Abdul Malik bin Maslamah (dia berkata): Telah menceritakan kepadaku Mughiroh bin Abdurrahman dari Musa bin ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah r; “Tidak diperbolehkan bagi orang junub membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al Qur'an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (1/117).
Hadits di atas juga Dha’if (lemah). Al Hafizh Ibnu Hajar telah melemahkan riwayat di atas disebabkan Abdul Malik bin Maslamah adalah seorang perawi (penyampai hadits) yang dha’if. (Talkhisul habir 1/138).

3. Dari seorang laki-laki dari Abi Ma’syar dari Musa ibnu ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi r. Beliau bersabda: “Perempuan yang haidh dan orang yang junub, keduanya tidak boleh membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (1/117).
Hadits ini Dha’if karena; Pertama: Ada seorang rawi yang mubham (tidak disebut namanya yaitu dari seorang laki-laki). Kedua: Abu Ma’syar adalah seorang perawi yang dha’if.”

4. Dari Muhammad bin Fadhl dari Thawus dari Jabir bin Abdillah dia berkata: Rasululloh r bersabda: “Tidak boleh bagi perempuan yang haidh dan nifas (dalam Riwayat yang lain: Orang yang junub) membaca sedikitpun dari Al Qur’an.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni (2/78) dan Abu Nu’aim bin Basyar dalam kitabnya Al Hilyah (4/22).
Sanad hadits ini maudhu’ (palsu) karena Muhammad bin Fadhl bin ‘Athiyyah bin Umar telah dikatakan oleh para Imam ahli hadits sebagai kadzab (pendusta), sebagaimana keterangan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib-nya (2/200) dan kitab Talkhisul Habir (1/138), beliau mengatakan bahwa orang ini matruk (tertinggal).

Ketika hadits-hadits di atas dari semua jalannya adalah dha’if, bahkan hadits terakhir statusnya maudhu’, maka hadits-hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai dalil dilarangnya perempuan yang sedang haidh, nifas dan orang yang junub untuk membaca Al Qur’an. Bahkan cukup banyak hadits/ dalil yang membolehkan perempuan yang sedang haidh, nifas dan junub untuk membaca Al Qur’an, berikut penjelasannya:
Pertama: Apabila tidak ada satupun hadits shahih/ valid yang melarang perempuan haidh membaca Al Qur’an, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al Qur’an secara mutlak termasuk bagi perempuan yang sedang haidh.

Kedua: Dari ‘Aisyah, ia berkata: Kami keluar (menunaikan Ibadah Haji) bersama Rasulullah r. Maka ketika kami sampai di suatu tempat bernama Sarif, aku haidh. Lalu Nabi r masuk menemuiku saat aku sedang menangis, lalu beliau bertanya: “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Aku menjawab: Aku ingin, demi Allah kalau aku sekiranya tidak haji pada tahun ini.” Beliau bertanya; “Apakah engkau sedang haidh?” Jawabku “Ya.” Kemudian beliau bersabda; “Sesungguhnya (haidh) itu adalah sesuatu yang telah Allah tentukan untuk anak-anak perempuan Adam, oleh karena itu kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang haji selain engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haidh).” Diriwayatkan oleh Bukhari (No.305) dan Muslim (4/30).
Hadits di atas dijadikan dalil oleh para Ulama diantaranya; Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya bagian Kitabul Haidh bab; 7. Dan Imam Ibnu Baththaal, Imam Ath Thobari, Imam Ibnu Mundzir dll. “Bahwa perempuan yang haidh, nifas dan orang yang junub diperbolehkan membaca Al Qur’an dan tidak ada satupun larangan.” Berdasarkan perintah Nabi r kepada Aisyah untuk mengerjakan apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang mengerjakan ibadah haji selain thawaf dan tentunya juga terlarang shalat. Sedangkan yang lainnya boleh, termasuk membaca Al Qur’an. Karena jika membaca Al Qur’an terlarang bagi perempuan haidh, tentu Nabi r telah menjelaskan larangannya kepada ‘Aisyah.

Ketiga: Dari ‘Aisyah, ia berkata: “Adalah Nabi r senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/194) dan lain-lain. Hadits ini juga dijadikan hujjah oleh Imam Al Bukhari dan lainnya, tentang bolehnya perempuan yang haidh, nifas dan orang yang junub membaca Al Qur’an. Karena Nabi r senantiasa berdzikir atas segala keadaannya dan yang termasuk berdzikir adalah membaca Al Qur’an.

Keempat: Surat yang dikirim oleh Rasulullah r kepada Heracleus yang di dalamnya berisi ayat Al Qur’an sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan lainnya dari hadits Aisyah, dan di-takhrij dalam Shahih Sunan Abi Dawud (14) dan dalam Ash-Sahihah (406). dll. Hadits ini pun dijadikan dalil tentang bolehnya orang junub membaca Al Qur’an, padahal orang-orang kafir tidak pernah lepas dari janabah, meskipun demikian Nabi r menulis surat kepada mereka yang di dalamnya terdapat firman Allah.
Kelima: Ibnu Abbas mengatakan; “Tidak mengapa orang yang sedang junub membaca Al Qur’an.” (lihat: Shahih Bukhari, Kitabul Haidh, bab; 8).


Ref:
Az Zabidi, Imam, Ringkasan Shahih Bukhari, Mizan Media Utama, Bandung.
Abul Abbas, Muhammad, Tahdzib Al-Kamal, Al-Maktabah, Madinah.
Adz-Dzahabi, Syiar A’lam An-Nubala’, Daar Asy-Syuruuq, Damaskus.
Hasbi, Muhammad, Sejarah Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Adz-Dzahabi, Mizan Al-I’tidal, Daar Asy-Syuruuq, Damaskus.
Al-Hakim, Muhammad, Tadzkirah Al-Huffadz, An-Nadwah, Beirut.
Nasiruddin, Muhammad, Shahih At-Tirmidzi, Media Dakwah, Bandung.
Amir Abdat, Abdul Hakim, Hukum Perempuan Haid Memegang, Membaca Al Qur’an Dan Diam Di Masjid, Darul Qolam, Bandung.

read more “Hukum Perempuan Haid Membaca Al Qur'an”

09 Juni 2009

Percaya Takdir Tanpa Usaha? Apa kata Dunia?

Tanya:
Hubungannya dengan takdir. Sepanjang yang saya tahu manusia diciptakan sudah digariskan nasibnya dari awal sampai akhir nanti di akhirat, masuk surga atau neraka. Apapun yang dilakukan manusia di dunia tidak akan merubah takdirnya. Jadi, untuk apa semua yang kita lakukan? Toh akhirnya nasib kita sudah ditentukan masuk surga atau neraka.

Jawab:
Takdir adalah ketentuan yang telah Allah tetapkan. Bahkan jauh sebelum semua makhluk diciptakan, Allah telah menuliskan semua taqdir makhluknya dari permulaan masa hingga hari akhir. Namun harus kita pahami bahwa taqdir itu tidak ada yang tahu kecuali Allah. Jadi kita tidak bisa mengatakan –misalnya- bahwa saya ini tidak bisa jadi kaya karena taqdir Allah. Sebab dari mana kita tahu bahwa di masa yang akan datang itu kita tetap miskin? Jadi bagi makhluk, yang namanya taqdir Allah itu adalah hal ghaib dan misteri. Sesuatu yang tidak bisa dibatasi ruang dan waktu. Karena itu haram hukumnya seseorang berpangku tangan tidak berusaha dengan alasan sudah taqdir. Padahal Allah sendiri sebagai Penulis Taqdir telah memerintahkan kita untuk berusaha dan bekerja. Jauh hari sebelum kita, orang-orang dahulu pun pernah berselisih paham tentang takdir ini dan terpecah menjadi dua kubu yang ekstrem.
Yang pertama yang menyerahkan semua pada taqdir, tidak mau bekerja dan berusaha. Yang kedua yang tidak percaya pada taqdir dan berpendirian bahwa manusia 100% menentukan apa yang akan terjadi. Bagi Ahlussunnah wal jamaah, posisi yang benar adalah diantara keduanya, yaitu tidak menafikan taqdir tetapi tetap berikhtiar maksimal.

Coba perhatikan hadits sahih ini;
  1. Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami: Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia. Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga. (Shahih Muslim No.4781)
  2. Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
    Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman di Madinah), lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri kami. Beliau segera duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang sebatang tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda: Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga ataukah di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang yang bahagia. Lalu seorang lelaki tiba-tiba bertanya: Wahai Rasulullah! Kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan meninggalkan amal-usaha? Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang sengsara, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang sengsara. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Beramallah! Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang sengsara. Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini: Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. (Shahih Muslim No.4786)

Wallahu a'lam

read more “Percaya Takdir Tanpa Usaha? Apa kata Dunia?”

Jawaban Allah Atas Keraguan Malaikat Terhadap Penciptaan Adam. Tafsir Al Baqarah: 30.

Tanya:
Ketika Allah menyampaikan kepada para malaikat akan menjadikan manusia sebagai kholifah di muka bumi, malaikat “memprotes” dengan mengatakan bahwa manusia akan hanya akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Bagaimana mereka bisa tahu, sedangkan semua hal tersebut belum terjadi, bahkan manusiapun belum diciptakan?

Jawab:

قال الحافظ ابن كثير : وقول الملائكة : [ أتجعل فيها من يفسد فيها ] الآية ليس هذا على وجه الاعتراض على الله ، ولا على وجه الحسد لبني آدم ، وإنما هو سؤال استعلام واستكشاف عن الحكمة في ذلك ، يقولون : ما الحكمة في خلق هؤلاء مع أن منهم من يفسد في الأرض ؟ وقال فى التسهيل : وإنما علمت الملائكة أن بني آدم يفسدون بإعلام الله إياهم بذلك ، وقيل : كان في الأرض جن فأفسدوا ، فبعث الله إليهم ملائكة فقتلتهم ، فقاس الملائكة بني آدم عليهم.

Mengenai ucapan Malaikat; “Mengapa Engkau menciptakan (khalifah) di bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.” QS. Al Baqarah: 30. Ibnu katsir menjelaskan, bahwa perkataan malaikat ini, hanya dimaksudkan untuk meminta penjelasan dan keterangan kepada Allah tentang hikmah dibalik penciptaan Adam dan anak cucunya. Ucapan malaikat tersebut bukan merupakan pertentangan mereka kepada Allah, dan bukan pula kedengkian mereka terhadap anak cucu Adam, apalagi seolah-olah mereka mengetahui sesuatu yang akan terjadi pada anak cucu Adam; sebagai perusak dan penumpah darah. Padahal tiada yang mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi melainkan Allah semata. Sebagaimana bunyi akhir ayat tersebut: Rabb berfirman; “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Al Baqarah: 30
Karena itu, ada pula mufasir yang menjelaskan, bahwa sebelum adam diciptakan, sudah ada makhluk Allah yang tinggal di bumi, mereka adalah Banul Jan (anak cucu Jin) yang selalu melakukan perusakan dan peperangan, maka Allah mengutus malaikat untuk membinasakan mereka. Setelah itu, Allah menciptakan Adam sebagai khalifah (pengganti) makhluk perusak tersebut. Sehingga, dari peristiwa ini, malaikat merasa khawatir, jika nantinya anak cucu Adam melakukan perbuatan yang serupa dengan apa yang dilakukan makhluk sebelumnya; Banul Jan, sehingga mereka bertanya; “Mengapa Engkau menciptakan di bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.”

Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari ayat ini;
  1. Malaikat tidak akan pernah mengetahui apapun yang belum terjadi, sebagaimana makhluk-makhluk lain. Karena segala perkara yang ghaib hanya diketahui oleh Allah semata. “Yang mengetahui semua yang gaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.” QS. Ar Ra’d: 9
  2. Tidak semua manusia memiliki sifat perusak/ pembunuh, sebagaimana yang di khawatirkan oleh malaikat sebelumnya, sebab ada pula di antara manusia yang menjadi seorang Nabi, shiddiiqiin, syuhada’ dan shalihin. “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. QS. An Nsa’: 69
  3. Dari penciptaan manusia, tugas-tugas kekhalifahan dapat terlaksana, karena disamping manusia memiliki dorongan negatif, dan positif, manusia juga terdiri dari unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh malaikat. Seperti perasaan, akal, dorongan seks, ataupun unsur lain. Malaikat diciptakan sebagai makhluk yang senantiasa tunduk dan patuh atas perintah Allah tanpa membangkang sedikitpun. “Penjaganya, malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS. At Tahrim: 6. Sedangkan jin, kebanyakan dari mereka mengingkari hukum-hukum Allah. Karena itu, manusia dapat mencapai derajat tertinggi di atas malaikat, apabila mampu mengendalikan hawa nafsunya, sebaliknya ia juga dapat lebih hina dibanding binatang, jika tidak menggunakan akal, perasaan, dan mengabaikan hukum-hukum Allah.
  4. Bersambung....
    Wallahu A’lam.

read more “Jawaban Allah Atas Keraguan Malaikat Terhadap Penciptaan Adam. Tafsir Al Baqarah: 30.”

08 Juni 2009

Enjoy Al Qur'an

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Menikmati Al Qur'an? Gimana caranya? Apa sih nikmatnya Al Qur'an? Mbacanya aja susah, belum lagi gak tahu artinya, gimana mau menikmati!?

Kok saya merasa Al Qur'an itu nggak dekat dengan kita ya?! Membicarkan hal-hal yang nggak berhubungan dengan kehidupan kita. Betul begitu ya?

Al Qur'an itu kan buat yang di masjid dan pesantren! Kalo buat kita-kita ya mbaca koran dan buku-buku ilmu pengetahuan aja, biar nggak ketinggalan jaman.

Baca Al Qur'an?! Nanti aja ah, untuk mengisi hari tua!

Sebagian dari kita mungkin merasa bahwa Al Qur'an itu begitu jauh dari kita. Mungkin kita merasa asing dengan Al Qur'an karena menggunakan bahasa dan huruf yang berbeda dengan bahasa dan huruf yang biasa kita gunakan, belum lagi memahami tafsir Al Qur'an yang bukunya tebal berjilid-jilid. Mendengarkan tafsir Al Qur'an pun kita merasa begitu menjenuhkan. Dan akhirnya Al Qur'an pun jauh dari kehidupan masyarakat.

Takmir Masjid Sholahuddin bersama Ustadz Sholahuddin Al Hafizh, SQ mencoba menghadirkan dakwah Al Qur'an yang lebih memikat untuk dilihat, lebih segar untuk di dengar dan lebih dekat dengan umat. Untuk itu Takmir Masjid Sholahuddin me-launching produk dakwah Al Qur'an dengan brand “Enjoy Al Qur'an” dan dengan tagline pertama yang kami munculkan adalah “Don't Worry, Be Qur'ani”. Enjoy Al Qur'an dapat kita nikmati melalui 2 cara, yaitu yang pertama dengan menikmati secara langsung setiap hari Selasa, selepas sholat 'asar di Masjid Sholahuddin Kanwil Ditjen Pajak D.I. Yogyakarta dan yang kedua menikmati melalui dunia maya dengan membuka internet di alamat http://enjoyalquran.blogspot.com

Enjoy Al Qur'an setiap selasa, setiap pekannya memberikan cara penyajian yang berbeda bagi kita untuk menikmati Al Qur'an. Setiap pekannya akan dibagi sbb:
Pekan I : Al Qur'an Today
Pekan II : Tafsir Al Qur'an By Request
Pekan III : Anda Bertanya, Al Qur'an Menjawab
Pekan IV : Seruan Al Qur'an

1. AL QUR'AN TODAY: “Melihat Lebih Dalam Dengan Al Qur'an”

Setiap hari kita memperoleh berita atau informasi berbagai kejadian terkini dari media masa. Kita sadari atau tidak media masa dengan pemberitaanya telah membentuk opini pada diri kita dan masyarakat luas sehingga media masa mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat. Media massa dan masyarakat pada umumnya memberitakan dan menerima berita menggunakan kacamata yang jauh dari nilai-nilai spiritual sehingga yang tercipta adalah pemberitaan media masa yang kering dari spritualitas dan masyarakat yang menerima pemberitaan akan membentuk opini yang kering dari nilai-nilai spiritual. Kita umat islam menyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak dari Allah Yang Maha Kuasa tapi kita sering kali lupa mengaitkan segala peristiwa yang terjadi dengan adanya kehendak Allah yang mutlak disitu. Disini, di Al Qur'an Today, Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ akan mengupas peristiwa terkini yang terjadi di dunia ini dengan kacamata spiritual, yaitu dengan menggunakan kitab suci Al Qur'an sebagai rujukan.

2. TAFSIR AL QUR'AN BY REQUEST: “Cara Baru Menikmati Tafsir Al Qur'an”

Seringkali kita ketika sehabis mendengar atau membaca terjemah suatu ayat Al Qur'an kita mengernyitkan dahi karena tidak mengetahui apa maksud dari ayat tersebut ataupun penasaran atas maksud dari ayat tersebut. Disini, di Tafsir Al Qur'an By Request kita bisa mencari jawaban atas keingintahuan kita atas tafsir ayat Al Qur'an. Kita dapat langsung me-request tafsir ayat Al Qur'an dengan cara mengirimkan SMS request ke nomor 02746666510.
Format SMS request: request tafsir nama_surat:nomor_ayat, nama_anda, alamat, alamat_email.
Contoh: Request tafsir Al Baqoroh:218, Agus, Condong Catur-Sleman, agus@yahoo.com
Catatan: Khusus pegawai Ditjen Pajak untuk alamat diisi nama unit kerja.
Request yang masuk akan dijawab oleh Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ melalui 4 cara, yaitu:
1. Secara langsung pada Tafsir Al Qur'an By Request.
2. Melalui Buletin Sholahuddin yang terbit setiap Jumat.
3. Melalui internet, dengan membuka blog Enjoy Al Qur'an di http://enjoyalquran.blogspot.com
4. Melalui email.
InsyaAllah Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ akan menjawab setiap request yang masuk.

3. ANDA BERTANYA AL QUR'AN MENJAWAB

Dalam kehidupan ini seringkali kita mendapati persoalan-persoalan yang memerlukan jawaban ataupun solusi yang memuaskan. Punya masalah di keluarga, di masyarakat, di kantor ataupun masalah lainya. Ketika tak bisa menyelesaikan sendiri, ada yang mencoba mencari solusi dengan bertanya ke tempat atau pihak yang sebetulnya malah menyesatkan, bertanya pada dukun misalnya. Kita umat Islam mempunyai kitab yang luar biasa, yang mampu memberi jawaban atas segala macam permasalahan. Di Anda Bertanya Al Qur'an Menjawab, kita dapat mencari solusi atas permasalahan yang kita hadapi. Kita dapat mengajukan pertanyaan tertulis melalui 2 cara, yaitu:

1. Mengirimkan pertanyaan ke alamat email: enjoyalquran@gmail.com dengan subject diawali dengan: [ENJOY AL QUR'AN].
2. Menulis pada form pertanyaan yang telah disediakan di Masjid Sholahuddin dan memasukanya ke kotak yang telah disediakan.
Format pertanyaan sbb:
Pertanyaan : ………….
Nama : ………….
Alamat : ………….
Alamat email : ………….
Identitas : Rahasia/Tidak Rahasia *
*) Coret yang tidak perlu
Pertanyaan akan dijawab oleh Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ melalui 4 cara seperti menjawab Tafsir Al Qur'an By Request diatas. Anda dapat memilih identitas anda untuk tidak dipublikasikan ketika pemberian jawaban. InsyaAllah Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ akan menjawab setiap pertanyaan yang masuk.

4. SERUAN AL QUR'AN

Kitab suci Al Qur'an adalah kitab suci umat Islam. Kitab yang memberi pentujuk kepada umat Islam untuk menjalani kehidupan ini. Di dalamnya berisi rambu-rambu berupa perintah dan larangan dari Allah kepada umat Islam. Bila kita mematuhi rambu-rambu Al Qur'an tadi maka insyaAllah kita akan selamat di dunia dan akhirat. Tapi banyak diantara kita kurang mengetahui apa saja yang diperintahkan dan apa saja dilarang untuk kita lakukan. Di Seruan Al Qur'an, Ustadz Sholihuddin Al Hafizh, SQ akan menyampaikan apa saja yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah yang tercantum dalam Al Qur'an.

Itulah 4 menu persembahan kami bagi anda para penikmat Al Qur'an. Kami harapkan program Enjoy Al Qur'an ini bisa menghantarkan kita sebagai insan yang mencintai dan mengamalkan Al Qur'an. Kritik dan saran dari anda sekalian sangat kami harapkan guna semakin baiknya program Enjoy Al Qur'an ini. Enjoy Al Qur'an, Don't Worry Be Qur'ani.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

JAMS Production
"Dakwah Kita... Beda"
read more “Enjoy Al Qur'an”

03 Juni 2009

Pandangan Islam Tentang Undian Berhadiah Masa Kini. Tafsir Al Ma'idah: 90.

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, menyembah berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 90)

Mengadakan undian atau mengikutinya, dalam islam hukumnya boleh. Mengundi atau dalam bahasa arab disebut Ju'al, sering dilakukan oleh Rasulullah. Biasanya dilakukan bila harus memutuskan siapa yang berhak atas suatu hal atau untuk memilih salah satu di antara mereka. Ketika Rasulullah tiba di Madinah dan para Anshar berebutan agar beliau tinggal di rumah mereka masing-masing, maka dilakukan undian dengan melepas unta beliau dan dibiarkan berjalan sendiri di lorong-lorong kota Madinah. Ketentuannya, dimana nanti unta itu duduk, maka disitulah Nabi akan singgah dan tinggal. Praktek seperti ini dianggap yang paling adil. Begitu juga bila beliau akan berangkat perang, sering dilakukan undian diantara para istri beliau. Yang namanya keluar, dia berhak mendampingi beliau dalam perjalanan itu. Ini pun dianggap adil.

Undian atau ju`al ini berlaku untuk siapa saja tanpa harus ada kesepakatan antara pemberi hadiah dengan peserta lomba sebelumnya. Dengan dasar Ju`al ini, maka undian atau kuis dibolehkan Dalam sejarah, Al-Quran Al-Kariem menceritakan tentang kisah saudara Nabi Yusuf yang mendapatkan pengumuman tentang hilangnya gelas/ piala milik raja. Kepada siapa yang bisa menemukannya, dijanjikan akan mendapat hadiah.

Dalil yang membolehkannya adalah firman Allah SWT :
Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: “Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri”. Mereka menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: “Barang apakah yang hilang dari pada kamu ?” Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. Saudara-saudara Yusuf menjawab “Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri dan kami bukanlah para pencuri “. (QS Yusuf : 70- 73)

Haramnya Perjudian
Allah telah mengharamkan perjudian di dalam Al-Quran Al-Kariem sebagaimana firman-Nya;
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah : 219)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah : 90)

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu .(QS. Al-Maidah : 91)

Hakekat Perjudian
Bila diperhatikan dengan seksama, trasaksi perjudian adalah dua belah pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah. Lalu mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan atau media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah perjudian.

Biasanya jenis permaiannnya memang khas permainan judi seperti main remi/ kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker, sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan sepak bola dan seterusnya.

Namun adakalanya permainan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan lainnya. Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya.

Perbedaan Ju’al Dengan Judi
Antara Ju’al dengan judi memang bisa terdapat kemiripan, bahkan bisa jadi sebuah undian yang pada dasarnya hala bisa berubah menjadi haram bila ada ketentuan tertentu yang menggesernya menjadi sebuah perjudian.
Maka yang membedakannya bukan nama atau pengistilahannya, melainkan kriteria yang ditetapkan oleh penyelenggara undian tersebut.
Sebuah undian bisa menjadi judi manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.

Contoh Undian Yang Diharamkan
Sebuah instansi menyelenggarakan kuis berhadiah, namun untuk bisa mengikuti kuis tersebut, tiap peserta diwajibkan membayar biaya sebesar Rp. 5.000,-. Peserta yang ikutan jumlahnya 1 juta orang. Dengan mudah bisa dihitung berapa dana yang bisa dikumpulkan oleh instansi tersebut, yaitu 5 milyar rupiah. Kalau untuk pemenang harus disediakan dana pembeli hadiah sebesar 3 milyar, maka pihak instansi masih mendapatkan untung sebesar 2 Milyar. Bentuk kuis berhadiah ini termasuk judi, sebab hadiah yang disediakan semata-mata diambil dari kontribusi peserta.

Contoh Undian Yang Dihalalkan
Sebuah toko menyelenggarakan undian berhadiah bagi pelanggan / pembeli yang nilai total belanjanya mencapai Rp. 50.000. Dengan janji hadiah seperti itu, toko bisa menyedot pembeli lebih besar -misalnya- 2 milyar rupiah dalam setahun. Pertambahan keuntungan ini bukan karena adanya kontribusi dari pelanggan / pembeli sebagai syarat ikut undian. Melainkan dari bertambahnya jumlah mereka.

Hadiah yang dijanjikan sejak awal memang sudah disiapkan dananya dan meskipun pihak toko tidak mendapatkan keuntungan yang lebih, hadiah tetap diberikan. Maka dalam masalah ini tidaklah disebut sebagai perjudian.

Hal lain yang bisa dikatakan bahwa cara ini tidak disebut sebagai judi adalah karena pembeli ketika mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000, sama sekali tidak dirugikan, karena barang belanjaan yang mereka dapatkan dengan uang itu memang sebanding dengan harganya. Hukumnya bisa menjadi haram manakala barang yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan uang yang mereka keluarkan. Misalnya bila seharusnya harga sebatang sabun itu Rp. 5.000,-, lalu karena ada program undian berhadiah, dinaikkan menjadi Rp. 6.000,-. Sehingga bisa dikatakan ada biaya di luar harga sesungguhnya yang dikamuflase sedemikian rupa yang pada hakikatnya tidak lain adalah uang untuk memasang judi.

Kuis SMS
Di zaman modern ini, sebuah kuis yang ditayanngkan dalam iklan di media massa yang bisa juga berunsur judi. Yaitu manakalah ada unsur kewajiban membayar biaya tertentu dari pihak peserta. Sebaliknya, bila sama sekali tidak ada kontribusi biaya dari peserta untuk membeli hadiah, seperti dari pihak sponsor, maka kuis itu halal hukumnya.
Namun harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kuis / sayembara / undian yang biasa dilakukan di media seperti tv dan sebagainya agar jangan sampai terkontaminasi dengan praktek-praktek judi atau riba.

Suatu undian bila mensyaratkan peserta untuk membayar biaya tertentu baik langsung atau tidak langsung seperti membayar melalui pulsa telepon premium call dimana pihak penyelenggara akan menerima sejumlah uang tertentu dari para peserta, lalu hadiah diambilkan dari jumlah uang yang terkumpul dari pemasukan premium call itu, maka ini termasuk judi dan undian seperti ini haram hukumnya meski diberi nama apapun.

Dimana letak judinya ?
Letak judinya jelas terlihat pada harga yang lebih dari tarif SMS biasa. Misalnya harga mengirim SMS adalah Rp. 250 untuk pasca bayar dan Rp. 350,- untuk kartu prabayar. Namun karena digunakan untuk mengirim SMS kuis tertentu, maka harganya menjadi Rp. 1000,- untuk pasca bayar dan Rp. 1.100 untuk pra bayar. Bila pihak provider mengutip Rp. 250 per SMS, maka keuntungannya adalah Rp. 750 atau Rp. 850. Angka ini biasanya dibagi dua antar pihak penyelenggara dengan provider masing-masing 50 %. Maka keuntungan pihak penyelenggara kuis SMS adalah Rp. 375.

Bila peserta kuis SMS ini jumlahnya mencapai 5 juta orang, maka keuntungan bersih penyelenggara kuis SMS adalah Rp. 1.875.000.000. Uang ini bisa untuk membeli beberapa mobil Kijang dan beberapa sepeda motor. Lalu 5 juta orang peserta SMS itu tidak mendapat apa-apa dari Rp. 1.000,- yang mereka keluarkan, karena yang menang hanya dua atau tiga orang saja. Ini adalah sebuah perjudian massal yang melibatkan 5 juta orang di tempat yang berjauhan.

Kuis Premium Call
Hal yang hampir sama bisa juga terjadi pada kuis dengan menggunakan premium call. Sebab berbeda dengan tarif biasa, premium call itu bisa memberikan pemasukan kepada pihak yang ditelepon. Bila fasilitas ini digunakan untuk menjawab kuis, maka ada uang yang masuk ke pihak penyelenggara kuis.

Sebagai ilustrasi, untuk menjawab kuis lewat telepon dibutuhkan waktu 3 menit. Bila dengan tarif lokal 1, koneksi telepon seperti ini hanya membutuhkan biaya Rp. 195. Namun karena premium call, maka untuk sambungan 3 menit bisa menghabiskan Rp. 3.000. Maka ada uang mengalir ke pihak penyelenggara kuis, misalnya setelah dipotong biaya sharing dengan pihka Telkom menjadi Rp. 1.000 per peserta. Kalau jumlah peserta ada 1 juta, maka penyelengara akan mendapat uang Rp. 1.000.000.000 atau 1 Milyar. Bila uang ini yang digunakan untuk membeli hadiah kuis premium call, maka disini sudah terjadi perjudian. Sebuah perjudian lewat telepon yang melibatkan 1 juta orang.
Padahal mereka itu tidak mendapatkan imbalan apa-apa dari Rp. 3.000 yang mereka keluarkan. Dan pada hakikatnya, uang itu adalah uang taruhan sebuah perjudian.
Wallallahu a’lam.
read more “Pandangan Islam Tentang Undian Berhadiah Masa Kini. Tafsir Al Ma'idah: 90.”

30 Mei 2009

Berjuang Di Jalan Allah, Aplikasi Dari Sabar Dan Shalat

Hadirin... Rahimakumullah...
Seruan kedua dalam Al Quran yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 153. Melalui ayat ini, Allah memberikan motivasi, inspirasi, serta cara bagaimana menyelesaikan berbagai macam persoalan, dan problematika kehidupan. Juga informasi yang menginspirasi kita, bahwa sebenarnya para syuhada’ itu, mereka tidak mati, melainkan senantiasa hidup disisi Allah dan mendapatkan nikmat serta rahmat-Nya yang kekal.
Salah satu sebab turunnya ayat ini adalah, dalam satu riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Mandah dari As Suddish Shaghir, dari Al Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa pada saat terjadi perang Badar, seorang sahabat yang bernama ‘Umair bin Hammam gugur, begitu juga sahabat yang lain, sehingga seluruhnya berjumlah 14 mujahidin, 6 di antara dari kalangan Anshar dan 8 dari Muhajirin. Kemudian turunlah Surat Al Baqarah ayat 153-154 ini…
“Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan, bahwa orang yang terbunuh dijalan Allah itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."
Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah juga bersabda;
إن أرواح الشهداء فى حواصل طيور حضرٍ تسرح فى الجنة حيث شاءت, ثم تأوى إلى قناديل معلقة تحت العرش. رواه مسلم
”Sesungguhny arwah para syuhada’ itu berada di tembolok burung-burung hijau di surga, berkeliling-keliling di dalamnya sesuka hati, kemudian kembali ke pelita-pelita yang tergantung di bawah ‘Arsy.” Muslim (III/1502). [No. 1887].
Dalam riwayatlain juga disebutkan,
نسمة مؤمن طائر تعلق فى شجر الجنة ثم يرجعه الله الى جسده يوم يبعثه. رواه أحمد
“Ruh orang mukmin itu berwujud burung yang hinggap di pohon-pohon surga, hingga Allah mengembalikan jasadnya pada hari ia dibangkitkan.” Ahmad (III/455). [disahihkan oleh syaikh Albani dalam kitab Shahihul Jami’ (no.2373)

“Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan, bahwa orang yang terbunuh dijalan Allah itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya.
(Q.S. Al Baqarah: 153-154)

Ayat 153 di atas, merupakan penjelasan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan yang di hadapi; sabar dan shalat. Sabar, secara bahasa artinya bertahan, tetap optimis dan berusaha menjadi lebih baik. Sabar senantiasa dikaitkan dengan syukur, sebagaimana Nabi bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, tidaklah Allah menetapkan sesuatu, melainkan itu baik baginya. Jika mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan pabila ia mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” Muslim (IV/2292). [No. 2999]

Oleh Karena itu, sabar bukan berarti menyerah pada nasib, diam, duduk termenung tanpa ada upaya untuk merubah keadaan. Para ulama’ mengelompokkan sabar pada tiga hal; pertama: bersabar atas perintah Allah. Dengan berusaha tetap menjalankan semua perintahnya dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Tanpa mengaharapkan pujian maupun takut mendapat cacian, dst. Kedua: bersabar terhadap kemaksiatan, rayuan dunia. Dengan berusaha menghindar dari segala macam dosa, kemaksiatan, walaupun hanya sedikit. Sehingga muncul sifat kehati-hatian terhadap godaan-godaan syetan, dengan berpikir ulang sebelum berbuat dosa. Ketiga; bersabar terhadap musibah/ bencana yang menimpa, dengan berusaha tetap bertahan, secepat mungkin bergerak, dan sedikit demi sedikit berusaha melupakan kegagalan atau masa lalu yang kelam. “Sungguh setelah kesulitan datang kemudahan.” Asy Syarh: 5-6.
Sabar merupakan ihktiyar dhahir, sedang ikhtiyar batinnya adalah dengan melaksanakan shalat. Shalat yang memiliki arti doa, munajat, sharing, antara manusia dengan Tuhannya tersebut, diyakini mampu memulihkan trauma, dan memotivasi manusia untuk lebih kuat, tegar, dalam menghadapi segalanya. Terlebih, dengan shalat yang berarti menyerahkan kembali semua urusan kepada Allah, dengan keyakinan bahwa dari Allahlah segalanya datang dan pasti kepada Dia pula segalanya kembali, pasti benar-benar terjadi.
Kemudian pada ayat berikutnya (154), sebagai berita gembira, kembali Allah menegaskan, bahwa mereka yang gugur untuk membela agama Allah adalah syahid; tetap hidup, menyaksikan dan merasakan kenikmatan-kenikmatan Allah di alam barzakh.
Kaitannya denga permasalahan, atau konflik yang terjadi di Palestina saat ini, maka kaum muslimin wajib bersabar dengan mengerahkan, dan mengorbankan apa saja yang dimiliki guna membantu mereka yang terdzalimi. Dalam hal ini, konsep jihad dapat dilakukan, pertama dengan harta benda dan yang kedua dengan jiwa. Bahkan kalau memungkinkan keduanya dapat dilakukan. Kaum muslim tidak diperkenankan hanya diam, sekedar menyaksikan, tanpa ada respon apapun, membantu atau menunjukkan solidaritas kepada sesama muslim di sana adalah suatu kewajiban. Minimal menutup akses orang kafir dengan melakukan boycot internasional produk yahudi dan sekutunya, seperti; KFC, Mc Donald’s, Starbukc coffee, Danone, Coca-Cola, Sprite, Carrefour, dll. Oleh sebab itu, setelah kita berupaya mengerahkan bantuan kepada mereka, tidak lupa pula kita shalat, untuk mendoakan mereka, semoga Allah memberikan kesabaran, pengampunan, dan kemenangan atas kaum muslimin di tanah suci itu. Amin…
read more “Berjuang Di Jalan Allah, Aplikasi Dari Sabar Dan Shalat”

29 Mei 2009

Implementasi Dua Ayat Terakhir Surah Al Baqarah

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan),’Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan,’Kami dengar dan kami ta'at.’ (Mereka berdoa),’Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali, [285]’ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):"Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.[286]”

Keutamaannya
Mengenai keutamaannya, terdapat hadits yang diriwayatkan Ibn Mas’ûd, yang berkata, “Rasulullah, bersabda, ‘Barangsiapa yang membaca dua ayat di akhir surat al-Baqarah pada sutu malam, maka ia (dua ayat itu) telah mencukupinya.” (HR. Al-Bukhary)

Maknanya, mencukupinya dari semua kejahatan (alias terhindar darinya). Hal ini karena makna-makna agung yang dikandung oleh kedua ayat tersebut. Menurut pendapat lain, “Dua ayat itu cukup baginya sebagai pengganti shalat malam waktu itu.”

Dalam hadits yang lainnya, yang diriwayatkan Imam Muslim, di antara isinya, “Rasulullah SAW., dikaruniai tiga hal; diberi shalat lima waktu, diberi ujung (akhir) surat al-Baqarah…”
Hadits-hadits mengenai keutamaan kedua ayat tersebut banyak sekali, Imam Ibn Katsîr mengetengahkan sebagiannya ketika menafsirkan kedua ayat tersebut.

Sebab Nuzul
Imam Muslim mengeluarkan di dalam kitab Shahih-nya dan juga dikeluarkan oleh periwayat lainnya, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tatkala turun ayat [artinya], ‘Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu” (Q.s. al-Baqarah: 284) beratlah hal itu bagi para shahabat RA. Lalu mereka mendatangi Rasulullah, dengan merangkak atau bergeser dengan bertumpu pada pantat (ngengsot) seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami sudah dibebankan amalan-amalan yang mampu kami lakukan; shalat, puasa, jihad dan sedekah (zakat) dan sekarang telah diturunkan padamu ayat ini padahal kami tidak sanggup melakukannya.’
Lalu Rasulullah, bersabda, ‘Apakah kalian ingin mengatakan sebagaimana yang dikatakan Ahli Kitab sebelum kamu; kami dengar namun kami durhaka? Tetapi katakanlah ‘kami dengar dan patuh, Wahai Rabb, kami mohon ampunan-Mu dan kepada-Mu tempat kembali.’ Tatkala mereka mengukuhkan hal itu dan lisan mereka telah kelu, turunlah setelah itu ayat ‘Aamanar Rasuul…sampai al-Mashiir. (al-Baqarah: 285)’ Dan tatkala mereka melakukan hal itu, Allah pun menghapus (hukum)-nya dengan menurunkan firman-Nya, “Laa Yukallifullah…hingga selesai.(al-Baqarah: 286)” [HR.Muslim, no.125 dan Ahmad, II/412]

Anjuran Membaca Dua Ayat Ini
Dianjurkan membacanya ketika akan tidur sebagaimana hadits di muka yang menyebutkan keutamaannya, “Siapa yang membacanya pada satu malam, maka ia (dua ayat itu) telah mencukupinya.”
Demikian juga berdasarkan riwayat dari ‘Aly, dia berkata, “Menurutku tidak ada orang yang berakal lagi telah sampai kepadanya Islam, tidur namun tidak membaca ayat Kursi dan penghujung surat al-Baqarah; sebab ia merupakan perbendaharaan (harta terpendam) di bawah ‘arsy.” (Lihat, Tafsir Ibn Katsir, Jld.I, h.735)
Di samping itu, dianjurkan juga membacanya di rumah untuk mengusir syaithan. Hal ini berdasarkan riwayat an-Nu’man bin Basyir, dari Nabi SAW., yang bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mencatatkan suatu catatan…[di dalamnya terdapat]… darinya Dia (Allah) menurunkan dua ayat penutup surat al-Baqarah, dan (bila) ke-duanya tidak dibaca pada satu rumah selama tiga malam, maka syaithan akan menetap di dalamnya.” (Lihat, al-Mustadrak, Jld.I, h.562)

Makna Global Ayat
Di dalam ayat-ayat yang mulia tersebut terdapat pemberitaan dari Allah mengenai Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman bahwa mereka itu telah beriman kepada semua wahyu yang diwahyukan kepada Rasul kita, Muhammad SAW. Mereka beriman kepada Allah, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya semua, tidak ada perbedaan di antara mereka, menjalankan semua perintah, mengamalkan, mendengar, patuh, meminta kepada Allah ampunan atas dosa-dosa mereka dan khusyu’ serta tunduk kepada Allah di dalam memohon pertolongannya-Nya dalam menjalankan kewajiban tersebut.

Di dalam ayat-ayat tersebut juga terdapat pemberitaan bahwa Allah tidak membebani para hamba-Nya melainkan sesuai dengan kemampuan mereka, setiap jiwa akan mendapat pahala kebaikan yang dilakukannya dan dosa atas kejahatan yang dilakukannya, Allah Ta’ala mengampuni keterbatasan mereka dalam mengemban kewajiban-kewajiban dan hal-hal haram yang dilanggar, tidak memberikan sanksi atas kesalahan dan kelupaan mereka, Dia sangat memudahkan syari’at-Nya dan tidak membebani mereka hal-hal yang berat dan sulit sebagaimana yang dibebankan kepada orang-orang sebelum mereka serta tidak membebankan mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Dia telah mengampuni, merahmati dan menolong mereka atas orang-orang kafir. (Lihat, Tasysiir al-Kariim ar-Rahmaan, h.101) Allah Ta’ala telah menjelaskan karunia-Nya itu dengan firman-Nya, ‘Telah Aku lakukan (Aku telah menetapkannya)’ sebagai jawaban atas setiap doa yang ada di dalam ayat-ayat tersebut.

Pesan-Pesan Ayat
Di antara pesan-pesan dua ayat tersebut adalah:
1. Menyebutkan sifat seorang Mukmin, yaitu mendengar, ta’at (patuh) dan komitmen terhadap perintah-perintah Allah.
2. Di antara keimanan yang esensial adalah iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya.
3. Wajib beriman kepada seluruh para Rasul dan kitab-kitab-Nya tanpa membeda-bedakan di antara mereka
4. Betapa besar rahmat Allah kepada para hamba-Nya, di mana Dia tidak membebankan mereka kecuali sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang mereka mampu lakukan dan tidak memberikan sanksi atas kelupaan, ketidaktahuan akan hukum atau kesalahan yang mereka lakukan.
5. Di dalam ayat-ayat di atas terdapat hal yang mengindikasikan adanya kemudahan dan tidak mempersulit di dalam perkara agama.
6. Allah telah mengabulkan doa para hamba-Nya dengan doa-doa tersebut (dalam ayat), oleh karena itu Dia mensyari’atkan bagi mereka membacanya di rumah dan ketika akan tidur.

read more “Implementasi Dua Ayat Terakhir Surah Al Baqarah”

28 Mei 2009

Memahami Keagungan Kursy Allah

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk)Nya, tidak mengantuk dan tidak pula tidur. MilikNya segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizinNya. Allah Mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Sedangkan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah luasnya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan adalah Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.


Ayat di atas yang masyhur dengan nama ayat kursi terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 255. Penamaan ayat ini bukan ijtihad para ulama, tetapi Rasulullah sendiri yang menamakannya. Tersebut dalam salah satu riwayat bahwa ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang ayat apa yang paling agung dari kitabullah? Beliau menjawab, Ayat Kursi, kemudian Rasulullah membaca ayat ini. (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Nasai).

Ayat kursi sangat kental dengan nuansa akidah, terutama akidah kepada Allah swt, yaitu akidah akan sifat-sifat Allah yang berbeda dengan sifat seluruh makhlukNya. Kejelasan akan sifat-sifat Allah sangatlah penting untuk menghindari dominasi khurafat, mitos dan syubhat yang kerap kali menutupi hati dan pandangan manusia.

Menurut Ibnu Athiyah, yang dimaksud dengan kursi, berdasarkan hadits-hadits Rasulullah, adalah makhluk Allah yang agung yang berada di antara Arsy Allah. Penyebutan kata kursi yang secara fisik inderawi bisa digambarkan layaknya kursi tempat duduk manusia, begitu juga ungkapan dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya sememangnya menurut Sayyid Qutb adalah untuk memudahkan manusia memahami dan menggambarkan keagungan dan luasnya kekuasaan Allah yang meliputi langit dan bumi, Luasnya Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Ungkapan dalam kalimat deskripsi inderawi seperti ini akan memberikan kesan yang kuat dan mendalam serta mantap di dalam hati mengenai hakikat yang dimaksud.

Berdasarkan analisa bahasa yang dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari bahwa penyebutan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam ayat kursi ternyata tidak menggunakan kata penghubung (wau athaf) yang biasa digunakan dalam susunan kalimat bahasa Arab untuk menghubungkan antara satu kata dengan kata lainnya. Redaksi yang demikian ini menunjukkan kekuatan bayan (penjelasan) pada seluruh sifat-sifat Allah yang tersebut dalam ayat ini. Paling tidak terdapat empat penjelasan tentang sifat-sifat Allah dalam ayat kursi, yaitu: pertama, penjelasan akan keesaan Allah dalam mengatur seluruh makhlukNya. Kedua, penjelasan bahwa Allah adalah Raja atas seluruh makhluk yang diaturNya. Ketiga, penjelasan akan luasnya ilmu Allah yang mencakup seluruh makhlukNya, sampai kepada mereka yang diridhoi dan berhak mendapat syafaatNya dengan mereka yang tidak berhak mendapatkannya. Dan keempat, penjelasan tentang pengetahuan Allah akan seluruh maklumat yang tersebar di langit dan bumi.

Wajar jika Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling agung dalam Al-Quran dan memiliki kedudukan dan keutamaan yang banyak. Di antara keutamaan ayat kursi seperti yang ditegaskan dalam beberapa hadits Rasulullah diantaranya: pertama, ayat kursi merupakan pelindung dan benteng dari godaan syetan. Kedua, nilai ayat kursi setara dan sebanding dengan seperempat Al-Quran.

Sebuah kisah yang diutarakan oleh ayah Abdullah bin Ubay bin Kaab menjadi bukti nyata akan keampuhan ayat kursi sebagai pelindung. Ia menceritakan bahwa pada suatu malam ketika melihat-lihat kebun kurma miliknya, tiba-tiba ia terserempak dengan seekor hewan yang mirip dengan seorang anak yang baru menginjak usia baligh. Maka ayah Abdullah bin Ubay bin Kaab mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh anak itu. Kemudian dengan nada penasaran ia bertanya, Siapakah kamu? Apakah kamu dari golongan jin atau manusia? Dengan singkat anak itu menjawab, Dari golongan jin. Akhirnya ia meminta jin itu untuk mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Ternyata ketika disentuh, tangannya seperti tangan anjing dan juga bulunya. Maka aku bertanya, Apakah demikian jin diciptakan? Jin itu menjawab, Bahkan ada yang lebih hebat dari ini. Apakah yang mengundang kamu datang kemari? Ayah Abdullah bin Ubay kembali bertanya. Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau adalah seorang yang sangat dermawan. Aku ingin mendapatkan sedekahmu. Jika memang demikian, aku ingin bertanya, apa yang dapat melindungi kami dari godaanmu? Pinta Abdullah bin Ubay. Dengan tegas, jin itu menjawab, Ayat kursi. Keesokan harinya, Ayah Abdullah bin Ubay menceritakan kepada Rasulullah apa yang dialaminya tadi malam. Maka Rasulullah bersabda, Apa yang dikatakan oleh jin itu benar, tetapi dia tetap makhluk yang kotor. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dijelaskan kedudukan ayat kursi yang senilai dengan seperempat Al-Quran. Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada salah seorang sahabatnya, Wahai fulan, sudahkan kamu menikah? Sahabat itu menjawab, Saya tidak memiliki apapun untuk menikah. Rasulullah bertanya kembali, Bukankah bersama engkau (hafal) Al-Ikhlash? Ia menjawab, Benar wahai Rasulullah. Rasulullah menjelaskan, Ia sebanding dengan seperempat Al-Quran. Rasulullah terus bertanya pertanyaan yang sama sampai terakhir Rasulullah bertanya, Bukankah bersama engkau (hafal) ayat kursi? Ia menjawab, Benar ya Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda, Ia senilai dengan seperempat Al-Quran.

Keagungan ayat kursi semakin jelas karena ayat ini secara terperinci mengandungi penjelasan akan sifat-sifat dzat Allah; dari sifat Wahdaniyah yang dinyatakan oleh Allahu La Ilaha Illah Huwa, Sifat Maha Hidup yang berkekalan (Al-Hayyu), sifat Maha Kuasa dan berdiri sendiri (Al-Qayyum), bahkan sifat Qayyum Allah diperkuat dengan penafian akan segala yang mengarah kepada kelemahan, seperti Tidak mengantuk dan tidak tidur. Begitu juga dengan sifat memiliki yang berkuasa untuk melakukan apa saja terhadap makhluk yang dimilikiNya. Sifat iradah (berkehendak) yang ditunjukkan oleh kalimat mandzalladzi yasyfau, dan iradah Allah di sini adalah pada urusan yang paling besar, yaitu syafaat yang tidak dimiliki oleh siapapun kecuali atas izin Allah swt. Juga sifat Ilm yang dinyatakan oleh ya'lamu ma baina.. Terakhir sifat-sifat dzatiyyah Allah ditutup dengan sifat yang menunjukkan ketinggian dan keagunganNya, 'Wahuwal Aliyyul Adzim. Ibnu Abbas menuturkan, Yang sempurna dalam ketinggian dan keagunganNya. Inilah sifat penutup bagi ayat kursi untuk menetapkan ke-Esa-an Allah pada kebesaran dan ketinggianNya. Alif Lam Marifah yang digunakan dalam kedua sifat terakhir Al-Aliyyu Al-Adzimu sesungguhnya untuk membatasi sifat itu hanya milik Allah Yang Maha Suci, tanpa ada yang bersekutu denganNya. Bahkan tidak ada seorang hamba pun yang berusaha mencapai posisi kebesaran dan ketinggian seperti ini melainkan Allah akan mengembalikannya kepada kehinaan dan kerendahan di akhirat kelak Allah swt berfirman, Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (Al-Qashash: 83)

Demikianlah ayat kursi hendaknya dijadikan prinsip dan acuan dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan seluruh makhlukNya. Hanya Allah Pemilik segala sifat kesempurnaan, sedangkan manusia tidak layak memakai pakaian kebesaran Allah. Keyakinan yang mendalam akan seluruh sifat-sifat Allah akan mampu melahirkan perasaan khauf (takut) akan murka dan azab Allah jika kita melanggar aturanNya. Begitu juga akan mampu melahirkan sifat raja (penuh harap) kepada kasih sayang dan rahmat Allah.

Kandungan semua ayat ini mengandung beberapa keistimewaan, bahkan tiap kata-katanya. Diantara yang paling penting dan besar adalah:

a. Bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling agung di dalam Kitabullah secara umum karena ia memuat banyak sekali asma-asma Allah dan sifat-sifat-Nya.

b. Kesempurnaan Qayyûm-Nya, Qudrat-Nya, keluasan kekuasaan dan keagungan-Nya sehingga hal ini mengajak kita untuk mentadabburi dan merenungkannya.

c. Bahwa tidak terselubung dan luput satupun yang tersembunyi di muka bumi ataupun di langit oleh Allah Ta’ala “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.” Hal ini mengandung konsekuensi keharusan seorang Muslim untuk menghayatinya di dalam seluruh kehidupannya.

d. Menetapkan adanya syafa’at dan bahwa ia tidak akan dapa diraih kecuali dengan beberapa persyaratan, diantaranya idzin dan ridla-Nya terhadap hal yang disyafa’ati, “Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

read more “Memahami Keagungan Kursy Allah”

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP