30 Mei 2009

Berjuang Di Jalan Allah, Aplikasi Dari Sabar Dan Shalat

Hadirin... Rahimakumullah...
Seruan kedua dalam Al Quran yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 153. Melalui ayat ini, Allah memberikan motivasi, inspirasi, serta cara bagaimana menyelesaikan berbagai macam persoalan, dan problematika kehidupan. Juga informasi yang menginspirasi kita, bahwa sebenarnya para syuhada’ itu, mereka tidak mati, melainkan senantiasa hidup disisi Allah dan mendapatkan nikmat serta rahmat-Nya yang kekal.
Salah satu sebab turunnya ayat ini adalah, dalam satu riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Mandah dari As Suddish Shaghir, dari Al Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa pada saat terjadi perang Badar, seorang sahabat yang bernama ‘Umair bin Hammam gugur, begitu juga sahabat yang lain, sehingga seluruhnya berjumlah 14 mujahidin, 6 di antara dari kalangan Anshar dan 8 dari Muhajirin. Kemudian turunlah Surat Al Baqarah ayat 153-154 ini…
“Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan, bahwa orang yang terbunuh dijalan Allah itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."
Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah juga bersabda;
إن أرواح الشهداء فى حواصل طيور حضرٍ تسرح فى الجنة حيث شاءت, ثم تأوى إلى قناديل معلقة تحت العرش. رواه مسلم
”Sesungguhny arwah para syuhada’ itu berada di tembolok burung-burung hijau di surga, berkeliling-keliling di dalamnya sesuka hati, kemudian kembali ke pelita-pelita yang tergantung di bawah ‘Arsy.” Muslim (III/1502). [No. 1887].
Dalam riwayatlain juga disebutkan,
نسمة مؤمن طائر تعلق فى شجر الجنة ثم يرجعه الله الى جسده يوم يبعثه. رواه أحمد
“Ruh orang mukmin itu berwujud burung yang hinggap di pohon-pohon surga, hingga Allah mengembalikan jasadnya pada hari ia dibangkitkan.” Ahmad (III/455). [disahihkan oleh syaikh Albani dalam kitab Shahihul Jami’ (no.2373)

“Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan, bahwa orang yang terbunuh dijalan Allah itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya.
(Q.S. Al Baqarah: 153-154)

Ayat 153 di atas, merupakan penjelasan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan yang di hadapi; sabar dan shalat. Sabar, secara bahasa artinya bertahan, tetap optimis dan berusaha menjadi lebih baik. Sabar senantiasa dikaitkan dengan syukur, sebagaimana Nabi bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, tidaklah Allah menetapkan sesuatu, melainkan itu baik baginya. Jika mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Dan pabila ia mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” Muslim (IV/2292). [No. 2999]

Oleh Karena itu, sabar bukan berarti menyerah pada nasib, diam, duduk termenung tanpa ada upaya untuk merubah keadaan. Para ulama’ mengelompokkan sabar pada tiga hal; pertama: bersabar atas perintah Allah. Dengan berusaha tetap menjalankan semua perintahnya dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Tanpa mengaharapkan pujian maupun takut mendapat cacian, dst. Kedua: bersabar terhadap kemaksiatan, rayuan dunia. Dengan berusaha menghindar dari segala macam dosa, kemaksiatan, walaupun hanya sedikit. Sehingga muncul sifat kehati-hatian terhadap godaan-godaan syetan, dengan berpikir ulang sebelum berbuat dosa. Ketiga; bersabar terhadap musibah/ bencana yang menimpa, dengan berusaha tetap bertahan, secepat mungkin bergerak, dan sedikit demi sedikit berusaha melupakan kegagalan atau masa lalu yang kelam. “Sungguh setelah kesulitan datang kemudahan.” Asy Syarh: 5-6.
Sabar merupakan ihktiyar dhahir, sedang ikhtiyar batinnya adalah dengan melaksanakan shalat. Shalat yang memiliki arti doa, munajat, sharing, antara manusia dengan Tuhannya tersebut, diyakini mampu memulihkan trauma, dan memotivasi manusia untuk lebih kuat, tegar, dalam menghadapi segalanya. Terlebih, dengan shalat yang berarti menyerahkan kembali semua urusan kepada Allah, dengan keyakinan bahwa dari Allahlah segalanya datang dan pasti kepada Dia pula segalanya kembali, pasti benar-benar terjadi.
Kemudian pada ayat berikutnya (154), sebagai berita gembira, kembali Allah menegaskan, bahwa mereka yang gugur untuk membela agama Allah adalah syahid; tetap hidup, menyaksikan dan merasakan kenikmatan-kenikmatan Allah di alam barzakh.
Kaitannya denga permasalahan, atau konflik yang terjadi di Palestina saat ini, maka kaum muslimin wajib bersabar dengan mengerahkan, dan mengorbankan apa saja yang dimiliki guna membantu mereka yang terdzalimi. Dalam hal ini, konsep jihad dapat dilakukan, pertama dengan harta benda dan yang kedua dengan jiwa. Bahkan kalau memungkinkan keduanya dapat dilakukan. Kaum muslim tidak diperkenankan hanya diam, sekedar menyaksikan, tanpa ada respon apapun, membantu atau menunjukkan solidaritas kepada sesama muslim di sana adalah suatu kewajiban. Minimal menutup akses orang kafir dengan melakukan boycot internasional produk yahudi dan sekutunya, seperti; KFC, Mc Donald’s, Starbukc coffee, Danone, Coca-Cola, Sprite, Carrefour, dll. Oleh sebab itu, setelah kita berupaya mengerahkan bantuan kepada mereka, tidak lupa pula kita shalat, untuk mendoakan mereka, semoga Allah memberikan kesabaran, pengampunan, dan kemenangan atas kaum muslimin di tanah suci itu. Amin…
read more “Berjuang Di Jalan Allah, Aplikasi Dari Sabar Dan Shalat”

29 Mei 2009

Implementasi Dua Ayat Terakhir Surah Al Baqarah

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan),’Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan,’Kami dengar dan kami ta'at.’ (Mereka berdoa),’Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali, [285]’ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):"Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.[286]”

Keutamaannya
Mengenai keutamaannya, terdapat hadits yang diriwayatkan Ibn Mas’ûd, yang berkata, “Rasulullah, bersabda, ‘Barangsiapa yang membaca dua ayat di akhir surat al-Baqarah pada sutu malam, maka ia (dua ayat itu) telah mencukupinya.” (HR. Al-Bukhary)

Maknanya, mencukupinya dari semua kejahatan (alias terhindar darinya). Hal ini karena makna-makna agung yang dikandung oleh kedua ayat tersebut. Menurut pendapat lain, “Dua ayat itu cukup baginya sebagai pengganti shalat malam waktu itu.”

Dalam hadits yang lainnya, yang diriwayatkan Imam Muslim, di antara isinya, “Rasulullah SAW., dikaruniai tiga hal; diberi shalat lima waktu, diberi ujung (akhir) surat al-Baqarah…”
Hadits-hadits mengenai keutamaan kedua ayat tersebut banyak sekali, Imam Ibn Katsîr mengetengahkan sebagiannya ketika menafsirkan kedua ayat tersebut.

Sebab Nuzul
Imam Muslim mengeluarkan di dalam kitab Shahih-nya dan juga dikeluarkan oleh periwayat lainnya, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tatkala turun ayat [artinya], ‘Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu” (Q.s. al-Baqarah: 284) beratlah hal itu bagi para shahabat RA. Lalu mereka mendatangi Rasulullah, dengan merangkak atau bergeser dengan bertumpu pada pantat (ngengsot) seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami sudah dibebankan amalan-amalan yang mampu kami lakukan; shalat, puasa, jihad dan sedekah (zakat) dan sekarang telah diturunkan padamu ayat ini padahal kami tidak sanggup melakukannya.’
Lalu Rasulullah, bersabda, ‘Apakah kalian ingin mengatakan sebagaimana yang dikatakan Ahli Kitab sebelum kamu; kami dengar namun kami durhaka? Tetapi katakanlah ‘kami dengar dan patuh, Wahai Rabb, kami mohon ampunan-Mu dan kepada-Mu tempat kembali.’ Tatkala mereka mengukuhkan hal itu dan lisan mereka telah kelu, turunlah setelah itu ayat ‘Aamanar Rasuul…sampai al-Mashiir. (al-Baqarah: 285)’ Dan tatkala mereka melakukan hal itu, Allah pun menghapus (hukum)-nya dengan menurunkan firman-Nya, “Laa Yukallifullah…hingga selesai.(al-Baqarah: 286)” [HR.Muslim, no.125 dan Ahmad, II/412]

Anjuran Membaca Dua Ayat Ini
Dianjurkan membacanya ketika akan tidur sebagaimana hadits di muka yang menyebutkan keutamaannya, “Siapa yang membacanya pada satu malam, maka ia (dua ayat itu) telah mencukupinya.”
Demikian juga berdasarkan riwayat dari ‘Aly, dia berkata, “Menurutku tidak ada orang yang berakal lagi telah sampai kepadanya Islam, tidur namun tidak membaca ayat Kursi dan penghujung surat al-Baqarah; sebab ia merupakan perbendaharaan (harta terpendam) di bawah ‘arsy.” (Lihat, Tafsir Ibn Katsir, Jld.I, h.735)
Di samping itu, dianjurkan juga membacanya di rumah untuk mengusir syaithan. Hal ini berdasarkan riwayat an-Nu’man bin Basyir, dari Nabi SAW., yang bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mencatatkan suatu catatan…[di dalamnya terdapat]… darinya Dia (Allah) menurunkan dua ayat penutup surat al-Baqarah, dan (bila) ke-duanya tidak dibaca pada satu rumah selama tiga malam, maka syaithan akan menetap di dalamnya.” (Lihat, al-Mustadrak, Jld.I, h.562)

Makna Global Ayat
Di dalam ayat-ayat yang mulia tersebut terdapat pemberitaan dari Allah mengenai Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman bahwa mereka itu telah beriman kepada semua wahyu yang diwahyukan kepada Rasul kita, Muhammad SAW. Mereka beriman kepada Allah, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya semua, tidak ada perbedaan di antara mereka, menjalankan semua perintah, mengamalkan, mendengar, patuh, meminta kepada Allah ampunan atas dosa-dosa mereka dan khusyu’ serta tunduk kepada Allah di dalam memohon pertolongannya-Nya dalam menjalankan kewajiban tersebut.

Di dalam ayat-ayat tersebut juga terdapat pemberitaan bahwa Allah tidak membebani para hamba-Nya melainkan sesuai dengan kemampuan mereka, setiap jiwa akan mendapat pahala kebaikan yang dilakukannya dan dosa atas kejahatan yang dilakukannya, Allah Ta’ala mengampuni keterbatasan mereka dalam mengemban kewajiban-kewajiban dan hal-hal haram yang dilanggar, tidak memberikan sanksi atas kesalahan dan kelupaan mereka, Dia sangat memudahkan syari’at-Nya dan tidak membebani mereka hal-hal yang berat dan sulit sebagaimana yang dibebankan kepada orang-orang sebelum mereka serta tidak membebankan mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Dia telah mengampuni, merahmati dan menolong mereka atas orang-orang kafir. (Lihat, Tasysiir al-Kariim ar-Rahmaan, h.101) Allah Ta’ala telah menjelaskan karunia-Nya itu dengan firman-Nya, ‘Telah Aku lakukan (Aku telah menetapkannya)’ sebagai jawaban atas setiap doa yang ada di dalam ayat-ayat tersebut.

Pesan-Pesan Ayat
Di antara pesan-pesan dua ayat tersebut adalah:
1. Menyebutkan sifat seorang Mukmin, yaitu mendengar, ta’at (patuh) dan komitmen terhadap perintah-perintah Allah.
2. Di antara keimanan yang esensial adalah iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya.
3. Wajib beriman kepada seluruh para Rasul dan kitab-kitab-Nya tanpa membeda-bedakan di antara mereka
4. Betapa besar rahmat Allah kepada para hamba-Nya, di mana Dia tidak membebankan mereka kecuali sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang mereka mampu lakukan dan tidak memberikan sanksi atas kelupaan, ketidaktahuan akan hukum atau kesalahan yang mereka lakukan.
5. Di dalam ayat-ayat di atas terdapat hal yang mengindikasikan adanya kemudahan dan tidak mempersulit di dalam perkara agama.
6. Allah telah mengabulkan doa para hamba-Nya dengan doa-doa tersebut (dalam ayat), oleh karena itu Dia mensyari’atkan bagi mereka membacanya di rumah dan ketika akan tidur.

read more “Implementasi Dua Ayat Terakhir Surah Al Baqarah”

28 Mei 2009

Memahami Keagungan Kursy Allah

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk)Nya, tidak mengantuk dan tidak pula tidur. MilikNya segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizinNya. Allah Mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Sedangkan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah luasnya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan adalah Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.


Ayat di atas yang masyhur dengan nama ayat kursi terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 255. Penamaan ayat ini bukan ijtihad para ulama, tetapi Rasulullah sendiri yang menamakannya. Tersebut dalam salah satu riwayat bahwa ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang ayat apa yang paling agung dari kitabullah? Beliau menjawab, Ayat Kursi, kemudian Rasulullah membaca ayat ini. (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Nasai).

Ayat kursi sangat kental dengan nuansa akidah, terutama akidah kepada Allah swt, yaitu akidah akan sifat-sifat Allah yang berbeda dengan sifat seluruh makhlukNya. Kejelasan akan sifat-sifat Allah sangatlah penting untuk menghindari dominasi khurafat, mitos dan syubhat yang kerap kali menutupi hati dan pandangan manusia.

Menurut Ibnu Athiyah, yang dimaksud dengan kursi, berdasarkan hadits-hadits Rasulullah, adalah makhluk Allah yang agung yang berada di antara Arsy Allah. Penyebutan kata kursi yang secara fisik inderawi bisa digambarkan layaknya kursi tempat duduk manusia, begitu juga ungkapan dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya sememangnya menurut Sayyid Qutb adalah untuk memudahkan manusia memahami dan menggambarkan keagungan dan luasnya kekuasaan Allah yang meliputi langit dan bumi, Luasnya Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Ungkapan dalam kalimat deskripsi inderawi seperti ini akan memberikan kesan yang kuat dan mendalam serta mantap di dalam hati mengenai hakikat yang dimaksud.

Berdasarkan analisa bahasa yang dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari bahwa penyebutan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam ayat kursi ternyata tidak menggunakan kata penghubung (wau athaf) yang biasa digunakan dalam susunan kalimat bahasa Arab untuk menghubungkan antara satu kata dengan kata lainnya. Redaksi yang demikian ini menunjukkan kekuatan bayan (penjelasan) pada seluruh sifat-sifat Allah yang tersebut dalam ayat ini. Paling tidak terdapat empat penjelasan tentang sifat-sifat Allah dalam ayat kursi, yaitu: pertama, penjelasan akan keesaan Allah dalam mengatur seluruh makhlukNya. Kedua, penjelasan bahwa Allah adalah Raja atas seluruh makhluk yang diaturNya. Ketiga, penjelasan akan luasnya ilmu Allah yang mencakup seluruh makhlukNya, sampai kepada mereka yang diridhoi dan berhak mendapat syafaatNya dengan mereka yang tidak berhak mendapatkannya. Dan keempat, penjelasan tentang pengetahuan Allah akan seluruh maklumat yang tersebar di langit dan bumi.

Wajar jika Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling agung dalam Al-Quran dan memiliki kedudukan dan keutamaan yang banyak. Di antara keutamaan ayat kursi seperti yang ditegaskan dalam beberapa hadits Rasulullah diantaranya: pertama, ayat kursi merupakan pelindung dan benteng dari godaan syetan. Kedua, nilai ayat kursi setara dan sebanding dengan seperempat Al-Quran.

Sebuah kisah yang diutarakan oleh ayah Abdullah bin Ubay bin Kaab menjadi bukti nyata akan keampuhan ayat kursi sebagai pelindung. Ia menceritakan bahwa pada suatu malam ketika melihat-lihat kebun kurma miliknya, tiba-tiba ia terserempak dengan seekor hewan yang mirip dengan seorang anak yang baru menginjak usia baligh. Maka ayah Abdullah bin Ubay bin Kaab mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh anak itu. Kemudian dengan nada penasaran ia bertanya, Siapakah kamu? Apakah kamu dari golongan jin atau manusia? Dengan singkat anak itu menjawab, Dari golongan jin. Akhirnya ia meminta jin itu untuk mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Ternyata ketika disentuh, tangannya seperti tangan anjing dan juga bulunya. Maka aku bertanya, Apakah demikian jin diciptakan? Jin itu menjawab, Bahkan ada yang lebih hebat dari ini. Apakah yang mengundang kamu datang kemari? Ayah Abdullah bin Ubay kembali bertanya. Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau adalah seorang yang sangat dermawan. Aku ingin mendapatkan sedekahmu. Jika memang demikian, aku ingin bertanya, apa yang dapat melindungi kami dari godaanmu? Pinta Abdullah bin Ubay. Dengan tegas, jin itu menjawab, Ayat kursi. Keesokan harinya, Ayah Abdullah bin Ubay menceritakan kepada Rasulullah apa yang dialaminya tadi malam. Maka Rasulullah bersabda, Apa yang dikatakan oleh jin itu benar, tetapi dia tetap makhluk yang kotor. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dijelaskan kedudukan ayat kursi yang senilai dengan seperempat Al-Quran. Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada salah seorang sahabatnya, Wahai fulan, sudahkan kamu menikah? Sahabat itu menjawab, Saya tidak memiliki apapun untuk menikah. Rasulullah bertanya kembali, Bukankah bersama engkau (hafal) Al-Ikhlash? Ia menjawab, Benar wahai Rasulullah. Rasulullah menjelaskan, Ia sebanding dengan seperempat Al-Quran. Rasulullah terus bertanya pertanyaan yang sama sampai terakhir Rasulullah bertanya, Bukankah bersama engkau (hafal) ayat kursi? Ia menjawab, Benar ya Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda, Ia senilai dengan seperempat Al-Quran.

Keagungan ayat kursi semakin jelas karena ayat ini secara terperinci mengandungi penjelasan akan sifat-sifat dzat Allah; dari sifat Wahdaniyah yang dinyatakan oleh Allahu La Ilaha Illah Huwa, Sifat Maha Hidup yang berkekalan (Al-Hayyu), sifat Maha Kuasa dan berdiri sendiri (Al-Qayyum), bahkan sifat Qayyum Allah diperkuat dengan penafian akan segala yang mengarah kepada kelemahan, seperti Tidak mengantuk dan tidak tidur. Begitu juga dengan sifat memiliki yang berkuasa untuk melakukan apa saja terhadap makhluk yang dimilikiNya. Sifat iradah (berkehendak) yang ditunjukkan oleh kalimat mandzalladzi yasyfau, dan iradah Allah di sini adalah pada urusan yang paling besar, yaitu syafaat yang tidak dimiliki oleh siapapun kecuali atas izin Allah swt. Juga sifat Ilm yang dinyatakan oleh ya'lamu ma baina.. Terakhir sifat-sifat dzatiyyah Allah ditutup dengan sifat yang menunjukkan ketinggian dan keagunganNya, 'Wahuwal Aliyyul Adzim. Ibnu Abbas menuturkan, Yang sempurna dalam ketinggian dan keagunganNya. Inilah sifat penutup bagi ayat kursi untuk menetapkan ke-Esa-an Allah pada kebesaran dan ketinggianNya. Alif Lam Marifah yang digunakan dalam kedua sifat terakhir Al-Aliyyu Al-Adzimu sesungguhnya untuk membatasi sifat itu hanya milik Allah Yang Maha Suci, tanpa ada yang bersekutu denganNya. Bahkan tidak ada seorang hamba pun yang berusaha mencapai posisi kebesaran dan ketinggian seperti ini melainkan Allah akan mengembalikannya kepada kehinaan dan kerendahan di akhirat kelak Allah swt berfirman, Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (Al-Qashash: 83)

Demikianlah ayat kursi hendaknya dijadikan prinsip dan acuan dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan seluruh makhlukNya. Hanya Allah Pemilik segala sifat kesempurnaan, sedangkan manusia tidak layak memakai pakaian kebesaran Allah. Keyakinan yang mendalam akan seluruh sifat-sifat Allah akan mampu melahirkan perasaan khauf (takut) akan murka dan azab Allah jika kita melanggar aturanNya. Begitu juga akan mampu melahirkan sifat raja (penuh harap) kepada kasih sayang dan rahmat Allah.

Kandungan semua ayat ini mengandung beberapa keistimewaan, bahkan tiap kata-katanya. Diantara yang paling penting dan besar adalah:

a. Bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling agung di dalam Kitabullah secara umum karena ia memuat banyak sekali asma-asma Allah dan sifat-sifat-Nya.

b. Kesempurnaan Qayyûm-Nya, Qudrat-Nya, keluasan kekuasaan dan keagungan-Nya sehingga hal ini mengajak kita untuk mentadabburi dan merenungkannya.

c. Bahwa tidak terselubung dan luput satupun yang tersembunyi di muka bumi ataupun di langit oleh Allah Ta’ala “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.” Hal ini mengandung konsekuensi keharusan seorang Muslim untuk menghayatinya di dalam seluruh kehidupannya.

d. Menetapkan adanya syafa’at dan bahwa ia tidak akan dapa diraih kecuali dengan beberapa persyaratan, diantaranya idzin dan ridla-Nya terhadap hal yang disyafa’ati, “Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

read more “Memahami Keagungan Kursy Allah”

27 Mei 2009

Tahfizh Al Qur'an

Menjadi seorang hafidz adalah sebuah harapan, impian dan cita-cita mulia. Seorang hafidz, juga disebut Rasulullah sebagai keluarga Allah dan orang yang diberi keistimewaan tersendiri.[1] Oleh karena itu, sejarah telah menggambarkan, betapa antusiasnya para sahabat dalam menghafal Al Qur’an, berbagai cara dilakukan, agar kemuliaan Al Qur’an tertambat ke dalam ingatannya, mulai dari mengulang ayat demi ayat, melantunkan siang-malam, dan membacanya dalam setiap rakaat shalat.
Sampai saat ini, semua aspek yang bersumber dari Al Qur’an senantiasa di kaji dan dikembangkan, baik dari segi teks, bacaan, tulisan, i’jaz maupun kandungannya yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Ini adalah salah satu bentuk apresiasi bahwa Al Qur’an dari generasi ke generasi selalu dihafal dan terjaga dalam dada para huffazh Al Qur’an.
Lima belas (15) abad yang lalu Al Qur’an diturunkan, sungguh luar biasa, dari waktu ke waktu jumlah huffadz Al Qur’an semakin meningkat seiring dengan bertambahnya Ma’had Tahfidz Al Qur’an. Ternyata, Al Qur’an yang berbahasa Arab dengan ketebalan 600 halaman, 114 surah dan setebal 30 juz itu, telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafalkan
[2], bukan hanya oleh bangsa Arab, tetapi seluruh ummat manusia.

Fungsi dan Fadhilah Tahfizh Al Qur’an
Pada zaman Nabi, materi utama ilmu yang dipelajari oleh para sahabat adalah Al Qur’an, baru kemudian hadits. Tolok ukur keilmuan seorang sahabat pada masa itu adalah sejauh mana seseorang menguasai Al Qur’an, baik dari segi hafalan maupun pemahaman kandungannya. Seseorang yang menguasai Al Qur’an disebut Qurra’ dan memperoleh kehormatan yang lebih tinggi di banding yang lain.
Kedudukan qurra’ yang demikian pada masa berikutnya biasa disebut sebagai fuqaha atau ulama. Ketika Nabi hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, maka beliau akan memilih sahabat yang paling banyak hafalan Al Qur’annya. Begitu juga untuk memimpin shalat jama’ah. Ketika seorang sahabat hendak menikahi seorang wanita, Nabi menikahkannya dengan mahar hafalan Al Qur’an.
Bahkan ketika hendak mengubur syuhada’ Uhud, Nabi memerintahkan untuk mendahulukan sahabat yang paling banyak hafalannya.
Melalui beberapa hadits, Rasaulullah menyatakan keutamaan huffatdz, diantaranya:
1. Mereka Adalah Keluarga Allah
“Dari Anas, Ia berkata bahawa Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia.” Kemudian Anas bertanya: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?. Rasulullah menjawab: “Mereka adalah ahli Qur’an (orang yang membaca atau menghafal Al Quran dan mengamalkan isinya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.”
[3]
2. Mereka Tempatkan di Surga yang Paling Tinggi
“Daripada Abdullah Bin Amr Bin Al ‘Ash ra dari Nabi beliau bersabda; Diakhirat nanti para ahli Al Quran di perintahkan, “Bacalah dan naiklah ke surga. Dan bacalah Al Quran dengan tartil seperti engkau membacanya dengan tartil pada waktu di dunia. Tempat tinggalmu di surga berdasarkan ayat yang paling akhir yang engkau baca.”
[4]
3. Hati Penghafal Al Quran Tidak Di Siksa
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda: “Hafalkan Al Quran, kerana Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal Al Quran. Sesungguhanya Al Quran ini adalah hidangan Allah, siapa yang bersamanya, ia pasti aman. Dan hendaklah ia bergembira dengan hafalan Al Quran.”
[5]
4. Mereka Lebih Berhak Menjadi Pemimpin & Imam Dalam Shalat
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda; “Yang paling berhak menjadi imam dalam shalat suatu kaum hendaknya yang paling banyak hafalan Al Qurannya.”
[6]
5. Mendapat Kehormatan yang Lebih Tinggi Dari Rasulullah
“Dari Jabir ibn Abdillah, Bahawa Rasulullah menyatukan dua orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad. Kemudian Nabi bertanya, “Dari mereka berdua, siapakah paling banyak hafal Al Quran?” Apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka Nabi memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad.”
[7]
6. Penghafal Al Quran Akan Memakai Mahkota Kehormatan
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Orang yang hafal Al Quran nanti pada hari kiamat akan datang dan Al Quran akan berkata; “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut di berikan mahkota kehormatan. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahlah pakaiannya.” Maka orang itu di beri pakaian kehormatannya. Al Quran lalu berkata lagi, “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka Allah pun meridhai dia. Dan kepadanya di katakan; “Bacalah dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia di beri tambahan satu kebajikan.”
[8]
7. Hafal Al Quran Merupakan Bekal yang Paling Baik
“Dari Jabir bin Nufair, Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal daripadaNya, yaitu Al Quran.”
[9]
8. Orang Tua Mereka Memperoleh Pahala Khusus
“Dari Buraidah Al Aslami, ia berkata aku mendengar Rasulullah bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Al Quran akan menemui para penghafalnya, ketika para penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: “Apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab; “Saya tidak mengenal kamu.” Al Quran berkata; “Saya adalah kawanmu, Al Quran.” Akulah yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur di malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Quran tadi di beri kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi indah yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: “Kenapa kami di beri dengan pakaian begini?” Kemudian dijawab, “Karena kamu telah mengizinkan anakmu menghafal Al Qur’an sehingga ia hafal Al Quran.”
[10]
Fungsi lain para huffazh pada masa Nabi adalah bahwa mereka menjadi penjaga kemurnian (otentisitas) Al Qur’an. Ketika Zaid ibn Tsabit mengumpulkan Al Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar maupun Khalifah Utsman ibn Affan, maka sebagai dasar dari pengumpulan dan penulisan itu terdiri dari dua macam, yaitu: tulisan atau catatan yang masaih berserakan di pelepah kurma, kulit atau tulang, serta hafalan para huffazh.

Langkah Awal Menjadi Hafidz Al Qur’an
Memperbaiki bacaan, adalah prioritas utama sebelum menghafal Al Quran. Oleh karena itu, seseorang yang ingin menghafal Al Quran, maka ia wajib memperbaiki bacaannya terlebih dahulu. Sehingga kualitas hafalannya menjadi sempurna. Jangan sampai ayat-ayat atau surah yang telah ia hafalkan tersebut, ternyata panjang/ pendeknya masih bermasalah, ini akan memicu kegagalan untuk proses berikutnya. Nah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami Dasar-dasar Makharijul Huruf, Shifatnya dan Kaidah Tajwid lainnya.
[1] Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165)
[2] Q.S Al Qamar: 17
[3] Ahmad dan Nasa’i dalam Al Kubra, Ibnu Majah (215), dan Al Hakim (1/556), lihat Ash Shahih Jami’ Ash Shaghir (2165)
[4] Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah
[5] At Tirmidzi, Ibnu Majah
[6] Bukhari dan Muslim
[7] Ahmad
[8] Tirmidzi, ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, ia menilainya sahih, serta di setujui oleh Adz Dzahabi (1/553)
[9] Ahmad dan Ibnu Majah
[10] Al Hakim, ia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim (1/568)
I. PROSES MENJADI SEORANG HAFIDZ AL QUR’AN
Beberapa persiapan mental yang wajib di miliki calon hafidz adalah:
1. Niat yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan kunci sukses untuk mendapatkan taufiq dalam menghafalkan Al Quran.
“Katakanlah, sesungguhnya aku di perintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya (Az Zumar: 11)
Kesalahan dalam meletakkan niat akan berdampak fatal, bukan lagi mendapatkan pahala akan tetapi justru mendapatkan murka dan adzab dari Allah.
“Tiga golongan yang pertama kali akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat, diantaranya adalah seseorang yang telah diberi kenikmatan berupa hafalan Al Quran, maka dia di datangkan, kemudian disebutkan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya maka dia mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: Apa yang telah kamu amalkan dari nikmat-nikmat yang telah Ku berikan kepadamu berupa hafalan Al Quran? maka ia menjawab “Saya belajar, mengajar, membaca dan menghafalkannya karena mengharap ridhaMu semata” maka Allah pun mendustakanya “Engkau bohong!!, akan tetapi engkau belajar, mengajar, membaca dan menghafalnya agar dikatakan sebagai qari’, dan itu telah dikatan kepadamu. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk membawa dan dilemparkannya kedalam api neraka” (HR. Muslim)


2. Menentukan Waktu yang Tepat Untuk Menghafal
Diantara yang harus di perhatikan oleh para penghafal Al Quran adalah mengenai waktu, jangan menghafal di waktu sempit, bising atau dalam keramaian, hendaklah memilih waktu yang tenang dan jiwa dalam keadaan lapang.
“Waktu yang tepat untuk membaca serta menghafal Al Quran adalah waktu menjelang subuh dan sesudah terbitnya fajar di karenakan pikiran pada waktu itu masih jernih dan tenang” Ungkap Khatib Al Baghdady.

3. Menentukan Tempat Yang Kondusif Untuk Menghafal
Memilih tempat mempunyai dampak dalam hafalan seseorang, jangan menghafal di alam terbuka, banyak pemandangan, hiasan atau lukisan.
“Hendaklah jangan menghafal dipinggir sungai dan di depan lukisan karena tempat-tempat itu dapat menghalangi kejernihan hati” kata Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam Al Hatsu ‘alaa hifdzil ilmi.
Sedangkan, lanjutnya, tempat yang paling baik untuk menghafal adalah Masjid. Karena seseorang menjaga pintu hatinya dengan tiga hal: Mata yang tidak digunakan untuk melihat, telinga yang tidak digunakan untuk mendengar dan mulut yang selalu dijaga dari semua perkara yang diharamkan Allah, kesemuanya merupakan alat yang di gunakan untuk menghafal ayat-ayat Allah, jikalau kesemuanya selamat, maka hafalanya akan semakin bagus dan kuat, insya Allah.

4. Menggunakan Satu Mushaf
Tujuannya adalah untuk memantapkan hafalan. Karena menghafal ibarat merekam, apabila saat merekam terdapat suara-suara ‘lain’, maka semua akan ikut terekam. Hindarilah berganti-ganti mushaf saat menghafal, karena itu akan menjadikan kita tambah bingung.
Sebaliknya, jika yang digunakan hanyalah satu mushaf saja, maka kita akan mendapatkan ‘kekuatan lain’, yakni lebih mudah untuk mengingat tulisan atau halaman.

5. Menghafal Lambat Tapi Pasti
Yang terpenting adalah kualitas, bukan sebaliknya. Jangan tergesa-gesa mentarget sekian-sekian dalam waktu sekian, sesuaikanlah dengan kemampuan yang kita miliki. Dan jangan melanjutkan ke hafalan berikutnya, sebelum hafalan yang kemarin betul-betul mantap. Karena menambah hafalan dengan mengabaikan sebelumnya, akan memutuskan semangat.

6. Terikat dengan seorang Guru
Yang terpenting dalam menghafal Al Quran adalah adanya keterikatan dengan seorang guru hafidz, karena pengikat pertama dalam menghafal Al Quran adalah bersandar pada talaqqi, sehingga dengan bimbingan seorang guru para calon hafidz dapat terarahkan dengan sempurna dalam menyelesaikan hafalanya. Begitu juga, sang guru akan selalu membimbing dan memotivasi muridnya di saat si murid mengalami kejenuhan.

7. Kembali kepada Allah dengan memperbanyak dzikir dan meminta pertolongan dariNya.
Dengan perbuatan ini, semua yang kita citakan akan sempurna. Selalu kembali kepada Allah baik senang, susah, luang maupun sempit. Karena hanyalah allah yang mampu mewujudkan impian kita untuk menjadi seorang hafidz.

II. METODE MENGHAFAL AL QURAN
Menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering di ulang, pasti menjadi hafal. Tak heran jika kita lihat sebagian masyarakat Indonesia, rata-rata hafal surat yasin dan Al Mulk. Burung kakak tua pun mampu menghafal susunan kata, karena sering mendengar kata-kata tersebut. Kalau burung saja dapat menghafal sejumlah kata, apalagi manusia. Jika rajin, dengan izin Allah, ia lebih mampu dari pada burung kakak Tua. Anak kecil kadang mampu mengucap dengan persis iklan yang biasa di dengar di radio atau di tv.
Oleh karena itu, siapapun dapat menghafal Al Qur`an. Anak-anak, remaja, bahkan orang tua, asal mau, ia akan hafal sebagian atau seluruh Al Qur`an. Sahabat Rasululloh, rata-rata mengenal Al Qur’an ketika usia dewasa. Ini berarti umur bukan penghalang pertama dalam menghafal Al Qur`an
Penghalang utama menghafal Al Qur`an adalah malas, tidak ada kemauan, hilang akal dan mati hati. Jika penyakit-penyakit di atas lenyap, insya Allah Al Qur`an muda di hafal. Sedang banyak atau sedikitnya hafalan tergantung azam yang dimiliki.
Namun, tiap manusia kemampuannya berbeda dalam mengingat seseatu yang di ulang-ulang. Sebagian hafal dengan pengulangan lima kali, sebagian lain hafal kalau diulang 20 kali bahkan 30 kali.
Dengan memahami teknik menghafal Al Qur`an yang efektif, insya Allah, kekurangan-kekurangan yang ada depat diatasi. Ada beberapa teknik menghafal Al Qur`an yang sering dilakukan oleh para penghafal, diantaranya:
1. Memahami Ayat-ayat yang Akan Dihafal
Ayat-ayat yang akan dihafal difahami terlebih dahulu artinya. Ukurlah kukuatan menghafal anda, kemudian tentukan berapa halaman kemampuan otak anda mengingat, jika dua halaman misalnya dalam satu jam maka pahami dua halaman ayat-ayat tersebut dengan baik maksudnya, hingga terbayang semua ketika anda membacanya.
Setelah faham, cobalah baca berkali-kali sampai anda dapat mengingatnya. Dan jangan lupa ketika anda mengulang-ulang otak anda ikut mengingat maksud tiap ayat yang anda baca, insya Allah anda akan memperoleh hafalan lebih cepat.
Sekarang cobalah baca ayat-ayat yang telah anda hafal dengan menutup mushaf, ulangi berkali kali hingga tidak terjadi kesalahan sedikitpun. Namun, jangan cepat puas dengan hafalan anda, sebelum teruji dengan baik jika anda tetap lancar membacanya tanpa melihat mushaf, jika anda mendapatkan kesalahan dan lupa beberapa ayat, ulangi terus hinga bebas dari kesalahan. Tahapan-tahapan ini perlu dilakukan agar saat setor pada guru pembimbing anda dapat melakukanya dengan lancar. Kelancaran ketika menyetorkan hafalan merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri bagi orang yang sedang menghafal, sebaliknya, ketidak lancaran saat dan seringnya mendapat teguran dari guru pembimbing suatu hal yang sangat menyedihkan bagi para penghafal Al Quran. Oleh karena itu, usahakanlah menyetor hafalan dalam kondisi prima. Karena hal ini akan menambah semangat untuk melanjutkan hafalan berikutnya, sebaliknya, hafalan yang kurang lancar dapat mematahkan semangat menghafal.

Mengulang-ulang Sebelum Menghafal
Cara ini lebih santai tanpa harus mencurakan seluruh pikiran. Sebelum menghafal, bacalah ayat-ayat yang akan dihafal berkali-kali. Bacalah ayat-ayat yang akan di baca sebanyak-banyaknya, misalkan 35 kali pengulangan, setelah itu baru mulai menmghafal. Dengan cara ini anda akan merasakan kemudahan dalam merekam ayat-ayat tersebut, namun cara ini memerlukan kesabaran penuh karena memakan waktu yang cukup banyak. Suara anda akan banyak terkuras, namun jangan khawatir, karena Allah menciptakan pita suara dengan kuat, semakin sering dipakai bersuara semakin tidak mudah serak. Karena itu jangan kaget, jika ketika anda mulai menghafal suara cepat serak. Itu hanyalah efek dari sura yang tadinya jarang dikeluarkan kemudian secara mendadak banyak dikeluarkan, yakinlah bahwa suara anda kuat tidak mudah serak walaupun berjam-jam bersuara, anda bisa buktikan suara penghafal Al Quran disekitar anda rata-rata mereka memiliki suara yang kuat tidak mudah serak.

Mendengarkan Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal ada yang cocok dengan cara ini karena tidak memerlukan suara yang serius sehinga membuat pikiran cepat tegang. Penghafal hanya hanya memerlukan keseriusan mendengar ayat ayat yang akan dihafal. Ayat ayat yang akan dihafal dapat di dengar melalui kaset-kaset tilawah Al Qur`an yang sudah diakui keabsahanya, dan mendengarkanya harus dilakukan berulang-ulang. Bagi yang punya MP3, walkman, dll. Cara ini sangat cocok digunakan saat santai, duduk-duduk sambil mendengarkan ayat-ayat yang akan dihafal.
Setelah banyak mendengar, anda dapat memulai menghafal ayat-ayat tersebut, anda akan mendapatkan kemudahan tersendiri ketika menghafalnya.

4. Menulis Sebelum Menghafal
Sebagian penghafal Al Qur`an, ada yang cocok dengan menulis ayat-ayat yang akan dihafal. Cara ini sebenarnya sudah sering dilakukan para ulama’ zaman dahulu, setiap ilmu yang akan mereka hafal, mereka tulis terlebih dahulu.

Beberapa Metode Untuk Menjaga Hafalan
1. Carilah Seseorang yang dhabith (kuat hafalanya) serta telah mendapatkan ijazah/ sanad sampai Rasulullah untuk mendengarkan hafalan anda kepadanya dengan tajwid dan tartil dari awal sampai akhir.
2. Hendaklah sesering mungkin untuk mengulang, terutama pertama kali setelah hafal Al Quran.
3. Pergunakan qiyamullail untuk muraja’ah hafalan
4. Jangan pernah lepas dari membawa mushaf saku, kemanapun anda pergi kecuali ditempat yang diharamkan membawanya seperti kamar mandi dll.
5. Manfaatkan seluruh waktu luang anda dengan muraja’ah hafalan. Karena anda mempunyai tanggung jawab yang sangat besar setelah Allah mengaruniakan kepada anda hafalan Al Quran.

Selamat Berjuang!
read more “Tahfizh Al Qur'an”

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP